Dari Seminar Anti Syiah di LPMP Jakarta Selatan
Daftar Isi
Syiah
mulanya hanyalah sebuah kelompok kecil yang iseng, dengan bersuara sumbang di
tengah mayoritas “SUNNI”. Awalnya lahir dari kandungan
mimpi seorang Yahudi, yang tidak rela Islam berkembang dan menguasai dunia.
Sebagaimana disebutkan dalam Quran : “Dendam kusumat kebencian Yahudi itu
tanpa tanding” kecuali menghendaki agama Islam tumbang, tidak
meninggalkan jejak keimanan, melainkan bila semua muslim melepaskan
keimanannya.
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ
وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰتَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ
الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ
الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”.
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. [QS: Al-Baqarah Ayat: 120 ]
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ
عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Sesungguhnya
kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS: Al-Maidah Ayat: 82)
Permusuhan
Yahudi terhadap Islam menonjol di Madinah, pada saat Islam sudah mengakar di
tengah masyarakat Madinah. Awalnya memang bersatu, tetapi karena terlalu sering
terjadi pengkhianatan, akhirnya Islam mengambil keputusan, “mengusir
Yahudi dari tanah Madinah”.
Dendam
Yahudi tumbuh subur, mengembang dan merebak di kalangan bangsa yahudi, memicu
kebencian ter-asah dalam keberagaman dendam yahudi, dilampiaskan dalam bentuk
tipu daya terhadap Islam. Hingga terjadi kesenjangan dan permusuhan yang
berbuntut rincian kejahatan Yahudi tak bisa dibendung. Kebangkitan dan
kemenangan Islam yang menjangkau luas alam Arab, merupakan bagian pemicu dendam
Yahudi makin tidak senang dengan keberhasilan Islam.
Terlebih
perjuangan Islam selalu membuahkan kemenangan di bawah kepemimpinan
khilafah, akses dakwah Islam tak lagi bisa dibendung oleh
kelompok manapun, tentu tidak lepas dari sorotan Yahudi yang terpasung dalam
kebencian. Mau tidak mau merangsang yahudi merancang berbagai bentuk makar
terhadap Islam, dengan satu tujuan melahirkan sikap alergi umatnya terhadap
Islam.
Antaranya
munculnya seorang talbis iblis dari sosok Yahudi, Abdullah bin Saba’,
telah memberikan warna terhadap sebagian kelompok Islam dengan buah
pemikirannya, mencetuskan rasa solidaritas anti ajaran Islam, dengan
merumuskan ajaran ghuluw, ajaran berlebihan dalam menokohkan
seorang ahlul bait, bahkan lebih dari sekedar wali atau nabi. Abdullah Ibnu
Saba’ perintis jalan sesat, menyeret kelompok awam dari kalangan bangsa Arab
turut bersetru, bersuara sumbang dengan merekayasa sebuah keyakinan baru,
meletakkan Ali bin Abi Thalib dalam sebuah wacana ketuhanan. Abdullah bin Saba’
berhasil membawa pengikutnya mengikuti jejaknya, Bin Saba’ sebagai actor
intelektual utama, pemeran awal munculnya legenda “Syiah dan Ghuluw
terhadap ahlul bait” memang merupakan andil besar dalam
pembangunan Syiah semesta.
Dapat
dipastikan kalau Bin Saba’ adalah otak peristiwa penistaan
syiah terhadap Sahabat, terlebih menelaah sejarah Abu Bakar dan Umar ,
dipastikan seorang Bin Saba’ andilnya cukup besar dalam penggunaan Persia
[Iran] sebagai ladang pembentukan karakter Syiah. Meskipun gerakan makar Bin
Saba’ lahir jauh setelah usainya 3 khilafah, Abu Bakar, Umar dan Usman.
Kehadirannya di jaman Ali telah menjadi embrio dari kelahiran Syiah dalam
segala bentuk dan wujudnya. Apapun jenisnya Syiah yang dilahirkan, pada intinya
setali tiga uang dalam pelaksanaan kemunkaran teologi syiah dan ritual ibadahnya,
selain menyeret agama ke-ranah politik, mempersoalkan politiknya, bukan
ajarannya. Suatu politik [Taqiyah] yang diagungkan Syiah guna mencapai tujuan,
sesuai target yang dibuat sebagai calup yang rapi, seolah“agama politik
[taqiyah] “ Syiah bagian dari agama yang mesti diunggulkan
dari pada teologi dan ibadah.
Wilayatul
hukamah [sistem pemerintahan] diorbitkan Syiah sebagai obyek
menata keyakinan adalah biasa, merupakan suatu sikap Syiah yang memang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan yang terarah.
Di
lain sisi,“Persia” bukan tanpa dendam, setelah kekalahannya
menghadapi Pasukan Umar bin Khatthab, sudah pasti Persia tidak bisa tinggal
diam dengan kekalahan itu, karena Persia awalnya sangat lama memegang kekuatan
ritual ketuhanan Persia lewat ambisi para Kaisar Persia. Ribuan tahun Persia
merajai dunia kesesatan dengan ketuhanan Mitras yang memiliki 12 Imam
Suci sebagaimana yang dianut Syiah sekarang, hanya saja nama nama Imam imam
Syiah sekarang menggunakan nama oplosan ahlul bait, sebagai
bentuk jajahan keyakinan, karena tidaklah mungkin Persia menggunakan kekuatan
senjata untuk merebut kembali Persia, melainkan dengan merobah haluan cara
beragama, yang di kenal dengan sebutan “SYIAH”
Written
by Zulkarnain El Madury
[bagian
pertama]
***
Antara Yahudi Persia [Iran] Dan Ibnu Saba [Dari Seminar LPMP
Jakarta Selatan bag.2]
Written
by Zulkarnain El Madury
Kedekatan
Persia dan Yahudi merupakan satu pohon dalam membangun paganisme versi yahudi.
Meng-unggulkan binatang dan manusia diatas manusia lainnya adalah pekerjaan
Yahudi. Diantara salah satu pecahan bani Israel memang terdapat perangai
yahudi, itu pernah ditampilkan seorang “Samir”, menggantikan Tuhannya
Musa dengan “ Anak Sapi”, yang diikuti bani Israel lainnya dalam satu paduan
paganis, meng-agungkan “anak sapi” sebagai anak Tuhan. “Teologi Yahudi memang
tak bisa terlepas dari kepentingan kelompoknya, sekalipun mereka tahu “Tuhan
Allah” hanyalah satu satunya Tuhan, namun pola pikir Yahudi sering menggurui
tuhan, seolah tuhan adalah barang mainan, sebagaimana dialog dialog tentang
Yahudi dan Tuhan ini diberitakan Quran. “Fir’aun atau “haman”, keduanya cikal
bakal kesesatan Yahudi yang kaya dengan karya kesombongan, misalnya “menyuruh
“Haman” untuk membuat menara, agar bisa memanah Tuhan.
Tak
heran kalau Ibnu Saba’ melahirkan sikap sikap antipati terhadap teologi Islam,
bahkan didukung oleh kelompoknya dari Khawarij Syiah yang menentang keputusan
Ali , agar Ibnu Saba’ dibakar saja oleh sebab perkataan “bahwa Ali adalah
Tuhan”. Sebagaimana kisah berikut ini :
“Amirul
Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu ketika mendengar perkataan Abdullah bin Saba’
ini tentang dirinya sangat marah, lalu ia memanggil Abdullah bin Saba’.
Abdullah bin Saba’ mengaku dengan mengatakan;
”Benar, engkau adalah Allah.”
Amirul Mukminin berkata, “Kamu sudah dikuasai syetan. Tinggalkanlah ajaranmu
dan bertaubatlah wahai orang yang celaka.” Setelah itu Ali radiyallahu ‘anhu
memerintahkan agar Abdullah bin Saba’ untuk dibakar, namun kaum syiah
(belakangan disebut juga Rafidhah) bersatu dalam menolak keputusan Ali dan
mengatakan agar Abdullah bin Saba’ dibuang saja. Karena suhu politik pada masa
itu masih kacau, Abdullah bin Saba’ diasingkan ke Mada’in dan diperintahkan
untuk tidak menyiarkan ajarannya. Setelah itu Amirul Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu
mengambil tindakan keras terhadap orang yang masih menyiarkan ajaran Saba’iyah
ini. Sebagian dari mereka ada yang diusir, sebagian lagi ada yang dibunuh
dengan pedang atau dengan dibakar hidup-hidup. Di hadapan pengikutnya Amirul
Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu menerangkan bahwa ia hanyalah seorang hamba
Allah yang taat kepada Tuhannya. Maka barangsiapa yang diketahui mereka adalah
pengikut Saba’iyah maka mereka akan dijatuhi dengan hukuman bakar. Dalam
khotbahnya Imam Ali berkata, “Mengapa ada orang-orang yang memperkatakan
terhadap dua orang pemuka Quraisy dan bapak kaum Muslimin, hal-hal yang saya
sendiri jauh dari pandangan serta berlepas diri dari apa yang mereka katakan,
dan aku akan menghukum orang yang memperkatakannya. Demi Allah yang menumbuhkan
biji dan menciptakan jiwa, tidak mencintai mereka kecuali orang mukmin yang
takwa, dan tidak membenci mereka kecuali orang durhaka dan rendah moral …”
Berhubung
dengan sikap Ali radiyallahu ‘anhu yang keras terhadap golongan Saba’iyah ini,
maka para pengikut Saba’iyah terpaksa menyembunyikan keyakinan mereka, dan
mulailah mereka menyiarkan ajaran mereka dengan cara sembunyi-sembunyi dengan
memakai kedok “At-Taqiyah”. Namun setelah Ali radiyallahu ‘anhu terbunuh oleh
Abdurrahman Al Muljam, maka Abdullah bin Saba’ keluar
dari Madain dan mulai menyebarkan ajarannya bahkan mereka menambah kesesatannya
dengan mengatakan bahwa Ali tidak mati dan tidak dibunuh. Ia tidak akan
mati sehingga ia menggiring bangsa Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi
dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya penuh dengan kezaliman.”
Saba’iyah,
pengikut Ibnu Saba’ terdiri dari para pengikut Ali yang membelot [dari
kalangan syiah rafidhi]. Mereka sangat spekulatif dalam menumbangkan
pemikiran tentang “sahabat nabi”, sikap penolakan dan hujatan
“sabaiyah” memang embrio Yahudi yang tak bisa didustakan Sejarah. “Ibnu Saba’”
bukan tokoh fiktif sebagaimana pendapat para pioner Syiah yang berusaha
menghilangkan kebenaran sejarah, karena memang malu, bintang pujaan mereka
adalah “yahudi laknatullah”. “Ibnu Saba’” sebagai biang kerok
lahirnya Syiah Ghulat dan gagasannya melaknat para sahabat Nabi, tentu
merupakan pahlawan bagi kelompok Syiah.
Dalam
kisah tersebut, syiah mengambil sikap membangkang terhadap Ali
Radhiallahu’anhu, mendukung gagasan gila Ibnu Saba’ sebagai dedengkut Syiah
yang menempatkan kedudukan Ali sebagai Tuhan. Perintah Ali yang
menjatuhkan vonis Hukuman mati atas Ibnu Saba’, tidak bisa dilaksanakan Ali
sebagai nakoda khilafah, lalu bagaimana Ibnu Saba’ menyebut dirinya Tuhan,
apakah gaya Ibnu Saba’ itu hanya upaya memicu konflik internal wilayah
kepemimpinan Ali, agar tidak berlangsung lama kendali kekuasaannya. Syiah yang
mengambil keuntungan dengan perpecahan di tubuh khilafah Ali mensiasati untuk
membunuh Ali dengan mengundang pembunuh Abdurrahman Al Muljam [Khawarij] yang
berhasil menyusup ke pemerintahan Ali Radhiallahu’anhu.
Ibnu
Saba’ sendiri tentu bisa dikategorikan sebagai salah satu perancang pembunuhan
terhadap Ali dengan berkedok pemuja Ali [taqiyah pertama diajarkan Ibnu saba’]
juga termasuk diantara orang yang berkepentingan dengan kehancuran Islam,
meskipun tidak menyatakan hasratnya di depan para pengekornya kalangan Syiah
Ghulat tersebut.
Hal
itu bisa diyakinkan dengan retorika Syiah yang menolak “hukuman bakar” atas
ibnu Saba’. Menjadi bukti utama bahwa kematian Ali dilakukan oleh orang orang
yang berkedok cinta ahlul bait ketika itu. Sebab Ali radhiallah’anhu tidak
pernah mengajarkan ta’ashub atau menyuruh umatnya dengan bersikap otoriter
untuk menyembahnya. Sikap berlebihan Ibnu Saba’ ditunjukkan kepada Ali adalah
diantara salah satu bukti talbis iblis , yang menyetarakan Ali dengan Tuhan.
Syiah pembangkang vonis hukum bakar terhadap Ibnu Saba’ merupakan cerminan
sikap Syiah yang antagonis, pemicu instabilitas Negara, yang mengundang
petaka, Ali harus mati mengenaskan di tangan orang orang Syiah juga, karena
scenario itu berjalan alot sejak munculnya Ibnu Saba’ dan bala tentaranya dari
Syiah yang tidak patuh dengan perintah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu.
Miniatur
Syiah itu adalah Ibnu Saba’, yang melahirkan kontribusi pemikiran sabaiyah yang
hingga sekarang terus berlangsung menjadi latenisme Iran terhadap Negara Negara
Islam.
arroudoh.com