Jalaluddin Rakhmad dan 3 Mahasiswi Makassar Korban Mut’ah
Daftar Isi
Makassar merupakan salah satu pusat
penyebaran aliran sesat Syiah yang begitu pesat. Banyak hal yang
melatarinya, diantaranya kader-kader mereka yang siang-malam bekerja
untuk kesesatan dan juga para tokoh Muslim di daerah ini yang seakan
tidur. Membiarkan dan bahkan meridhai. Dan parahnya di antara mereka ada
yang “mengamuk” di media massa jika muncul gerakan untuk mewaspadai
gerakan Syiah di kota daeng ini.
Selain itu, juga karena Syiah memilik
jualan pelaris. Namanya nikah mut’ah. Banyak mahasiswi yang datang dari
kampung kuliah di kota Makassar merasa kesepian. Butuh pelindung dan
pendamping dengan cara yang “halal” karena pacaran haram. Dan ini mereka
dapatkan pada nikah mut’ah.
Melihat fenomena ini, seorang
mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) jurusan psikologi tertarik
untuk mengadakan penelitian lapangan mengenai perkembangan kawin kontrak
di kalangan mahasiswi di kampus-kampus di kota metropolitan ini.
Setelah mendapat data dari berbagai
sumber -termasuk informan- ia tuangkan hasil penelitian tersebut dalam
bentuk skripsi yang berjudul, “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah.”
Penelitian ini berhasil mewawancarai 3
mahasiswa yang sudah atau sedang menjalani nikah mut’ah. Masing-masing
dengan kode AB untuk wanita pertama, BC untuk wanita kedua, dan CD untuk
wanita ketiga. Namun berikut ini kami sajikan hasil penelitian dari
wanita pertama saja (AB). Yang lain kami tuangkan dalam bentuk scan
bagan yang terdapat dalam skripsi.
Kenal Nikah Mut’ah
Wawancara (wwc) No. 104-133
Peneliti: Jadi, kalau pandangan kita’ (anda), MT (Mut’ah) itu tidak bersetubuh ya?
Mahasiswi: Tidaaak, tidak juga. Maksud saya MT itu bukan, tergantung dari kesepakatan kedua pihak juga sih.
Peneliti: Iya, tergantung kesepakatan.
Mahasiswi: Iya, tergantung
kesepakatan, tapi untuk, untuk menjaga diri sendiri, lebih bagusnya,
eee, jangan dulu lah menuju kesana. Maksudnya, MT itu hanya sebatas,
eee, misalnya kita mau diskusi, maksudnya selalu mau, eee, rutin
diskusi, diantar jemput, hal-hal yang seperti itu. Tapi bukan maksudnya
sampai hal-hal, eee, memiliki efek jangka panjang secara psychology.
Peneliti: Eeee, siapa yang awalnya mengenalkan, eee, MT ini kepada kita’ (anda)?
Mahasiswi: Ustadz XX (sambil tertawa memandangi peneliti dan informan)
Peneliti: Eee, bagaimana bisa awalnya berkenalan dengan ustadz XX?
Mahasiswi: Eee, awalnya itu, melalui
perpanjangan tangannya (sambil tertawa) ada muridnya, langsung muridnya
di AAA (salah satu universitas di makasar) namanya JP,…. ehm (batuk)… ee
dan dia, eee, anak JH (salah satu lembaga intra kampus) juga…
Peneliti: Iya..
Mahasiswi: Terus karena, eee, saya bicara tentang JP dulu nah, cerita awalnya dulu
Peneliti: Iye (iya), mungkin bisa disingkat saja prosesnya.
Mahasiswi: Oh iye, intinya saya
diperkenalkan melalui itu, saya ikut TOT (Training Of Trainer), terus,
eee, ikut juuga materi-materi yang seperti itu, falsafah nikah.
***
Motivasi Mut’ah
“Hal tersebut juga dilakukan oleh AB
(inisial mahasiswi) yang memandang nikah mut’ah sebagai salah satu
sunnah Rasulullah SAW.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal 57)
“Ada empat hal yang mendasai AB ingin
melakukan mut’ah, yang pertama adalah alasan keyakinan bahwa nikah
mut’ah adalah Sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan untuk
dijalankan dan hal demikian lebih dipertegas dalam hadis-hadis Syiah
yang mengatakan bahwa apabila tidak menjalankannya, maka AB bisa termasuk golongan kafir (wwc. 1. AB, 149-165).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal. 59)
Keluarga Tidak Tahu
Wawancara No. 175-188
Peneliti: Apakah, eee, keluarga ta’ tau’, kalau kita’ MT?
Mahasiswi: Keluarga sayaaaa (menggerak-gerakkan badan), bapak saya tau,..
Peneliti: Heem,.. dan?
Mahasiswi: Tapi Bapak saya tidak tau kalau MT namanya (sambil tertawa)
Peneliti: Ooooo, Bapak tau kalau,….
Mahasiswi: Saya punya hubungan dengan cowo’, tapi dia tidak tau kalau itu MT.
Peneliti: kalau kita’ (anda) punya hubungan?
Mahasiswi: He em..
Peneliti: Tapi dia tidak tau bilang MT ya?
Mahasiswi: iya, ndak tau. MT kesalahan
prosedur sebenarnya (tertawa), terlanjur mi jadi mau mi di apa, (sudah
terlanjur, jadi mau diapakan lagi)
Wawancara No. 929-934
Mahasiswi: Kalau perasaan saya sekarang sih, masiiiih, ya kali saya pake’, apa namanya, aduh ada kakakku…..
“Tiba-tiba saja, kakak subjek datang dan pembicaraan dihentikan sejenak.”
Peneliti: Ooo, tidak na tau kace kah? (Ooo, kakak tidak tau ya?)
Mahasiswi: Tidak (menundukkan kepala)
***
Ustadz dan Lembaga Dakwah Syiah berubah jadi KUA
Wawancara No. 768-772
Peneliti: Trus, eee, proses untuk MTnya itu yang menjadi wali dan segala macam, siapa?
Mahasiswi: Ustad saya ji yang… (hanya Ustadz saya yang…)
Peneliti: Ustadnya jadi yang…
Mahasiswi: Iya
***
Mahar, Ijab Qabul dan Jenis Perjanjian
“Ketika AB melakukan pernikahan secara
mut’ah tidak dihadiri oleh saksi maupun wali. (wwc 2. AB, 262-264;
557-569). Adapun maharnya yaitu berupa cincin dan HP, dimana jenis
maharnya ada proses tawar menawar dengan pasangannya (Wwc 2. AB,
281-282; 309-312). Selain itu, ada beberapa jenis perjanjian yang
diikrarkan oleh AB dan pasangannya, yaitu terbuka, tidak boleh
selingkuh, tidak boleh bohong dan hanya diucapkan secara lisan saja
tidak dalam bentuk tertulis (wwc 1. AB, 380-383; 759-765 & wwc 2.
AB, 637-639).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 61-62 )
Nikah Mut’ah Berkali-kali
Wawancara No. 761-765
Mahasiswi: Emmm, apa lagi ya, perjanjian saya itu, karena beberapa kali ma (saya sudah nikah mut’ah untuk kesekian kalinya)
Peneliti: itu, eh, itu perjanjiannya itu ditulis dalam secarik kertas atau hanya lisan?
Mahasiswi: Hanya lisan saja
***
Dalam Nikah Mut’ah Halal Bersetubuh dan Berdosa Jika Tidak Melakukannya
Wawancara No. 881-883
Peneliti: Sempat berhubungan?
Mahasiswi: Iya (mengangguk dan memandang ke peniliti)
Peneliti: Ehm,..
***
“Alasan bersetubuh: Sudah budaya di tempat kajiannya,
berdosa jika menolak, pasangan halal dan seringnya mereka berdua-duan
dan bermesra-mesraan.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 109)
Andil Jalaluddin Rakhmat dalam Penyebaran Nikah Mut’ah
Wawancara No. 988-1015
Mahasiswi: Dan itu, dan itu, itu yang yang menurut saya penting.
Peneliti: He eh
Mahasiswi: Penting, lelaki, lelaki,
Eee, kalau boleh dibilang ya harus, eee, baca dulu bukunya Mustafah
Chamran, atau kalau Mustafah Chamran yang sangat mencintai perempuan,
eee, dan meneladani Ayatullah, Ayatullah, apalagi kalau dia Syiah. Harus
dia meneladani Ayatullah, Ayatullah, bukan hanya sekedar di konsep
semata, tapi dia memang harus merealisasikan kecintaannya kepada
perempuan itu, kata Kang Jalal, bukan karena tapi, walaupun,..
jadi, bagaimana pun perempuan itu, seperti apapun dia, harus kita
menerima pasangan kita. Begitu pun saya, kalau misalnya dibilang
kekurangan dia, ya mungkin karea kekurangan itu yang mempertemukan kita.
Apa saya bilang, kalo misalnya cowok selalu mencari kecocokan, selalu
mencari yang lebih baik, eee, wajarlah dalam satu sisi, tapi di sisi
lain, ketika kita sudah, ee, misalanya sudah, sudah sama dan kita selalu
mencari, apa, apa namanya, kecocokan itu selalu dijadikan alasan kita
akan pisah, ketika tidak cocok, itu saya pikir, dia sangat materialis
sekali, maksudnya dia sangat ego dan hanya mementingkan dirinya sendiri.
Ya begitu. Jadi maunya, ya harus balance, balance, balan, ce.
Peneliti: Hehehe..
***
Selain itu Harian Fajar Makassar
pernah memuat wawancara khusus dengan Jalaluddin Rakhmat pada, 25
Januari 2009. Tentang Nikah Mut’ah Ketua Dewan Syuro IJABI ini
mengatakan, “Nikah Mut’ah memang boleh saja dalam pandangan agama karena
masih dihalalkan oleh Nabi saw. Dan apa yang dihalalkan oleh Nabi saw,
maka itu berlaku sampai kiamat.”
Begitu juga dalam buku Pedoman Dakwah
IJABI, “40 Masalah Syiah” yang dieditori oleh Jalaluddin Rakhmat,
dikatakan bahwa Nikah Mut’ah halal. Kesimpulan penghalalan Nikah Mut’ah
ini ternyata hanya dengan logika konyol. Bahwa Mut’ah pernah dihalalkan
di zaman Nabi dan para ulama (?) berselisih tentang pengharamannya
setelah itu. Maka Syiah mengambil pendapat yang sudah disepakati (pernah halal) dan meninggalkan yang diperselisihkan (apakah masih halal atau sudah diharamkan).
Padahal dengan tegas, Nabi telah
menghapus kehalalan hukum Nikah Mut’ah. Bahkan hadis itu sendiri
diriwayatkan oleh Imam Ali radhiyallahu anhu. Karena itu, Imam Muslim
dalam Shahihnya membuat satu bab khusus dalam kitab Nikah dengan judul,
بَابُ نِكَاحِ
الْمُتْعَةِ، وَبَيَانِ أَنَّهُ أُبِيحَ، ثُمَّ نُسِخَ، ثُمَّ أُبِيحَ،
ثُمَّ نُسِخَ، وَاسْتَقَرَّ تَحْرِيمُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Bab Nikah Mut’ah dan penjelasannya
bahwa hal itu pernah dihalalkan, kemudian dihapus (kehalalannya).
Kemudian dihalalkan lalu diharamkan lagi. Dan hukumnya tetap haram
sampai hari kiamat.”
*Untuk gambar lebih besar klik kanan pada gambar, klik “open picture/ image in new tab”
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com/arroudoh.com)