Siapakah Syiah Houthi dan Apa yang Mereka Inginkan di Yaman?

Daftar Isi


JUMLAH mereka hanya sekitar 35% di Yaman. Namun, entah bagaimana, Syiah Houthi sangat kuat di Yaman. Hampir satu tahun lalu misalnya, kaum minoritas ini melakukan protes di jalan-jalan ibukota Yaman dan mengancam pemerintah legal untuk mundur.


Dalam pidato yang disiarkan televisi pada tanggal 17 Agustus 2014, pemimpin Syiah Houthi Abdulmalek al-Houthi menuntut agar subsidi BBM, yang telah dipotong secara signifikan pada akhir Juli sebelumnya, harus dikembalikan. Dia mengancam pemerintah untuk memenuhi tuntutan Houthi tersebut, atau Syiah akan mengambil alih negara. Bagaimana bisa sebuah kelompok yang tidak penting di sebuah negara mengeluarkan ultimatum semacam ini?
“Pemerintah ini adalah boneka, yang acuh tak acuh terhadap tuntutan rakyat,” demikian kata al-Houthi dalam sambutannya, dan tak jelas, rakyat mana yang mereka maksud.
Sejak tahun 2011, Syiah Houthi menuntut kursi lebih di kancah politik Yaman. Tuntutan yang aneh ini menemui ujungnya dengan pemberontakan ketika tidak dikabulkan oleh pemerintah Yaman.
Siapa Houthi?
Secara resmi, Houthi dikenal dengan nama Ansarallah. Mereka adalah kelompok pemberontak dan hidup sebagai sebuah gerakan teologis yang selalu meminta toleransi dan perdamaian di awal 1990-an, demikian menurut Ahmed Addaghashi, seorang profesor di Sanaa University dan penulis dua buku tentang gerakan ini, Fenomena Houthi dan Houthi dan Politik dan Militer Masa Depan Mereka.
Addaghashi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa gerakan Houthi awalnya bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan saja. Kelompok ini jelas berafiliasi pada sekte Zaidi Syiah.



“Mereka memulai gerakan mereka Trut Youth Forum di awal tahun sembilan puluhan. Mereka sempat terpecah jadi dua, golongan yang menyerukan keterbukaan (untuk menyatakan Syiah mereka), sedangkan yang kedua terus mendompleng di balik warisan tradisional,” kata Addaghashi.
Ironisnya, kata Addaghashi, Hussein al-Bader Addian Houthi, pendiri kelompok, yang pertama kali mengbobarkan perang. “Gerakan beralih ke senjata pada tahun 2004 atas dasar membela diri ketika perang pertama dengan pemerintah meletus.”
Addaghashi mengatakan bahwa ketegangan antara pasukan keamanan Yaman dan Houthi pertama kali terjadi ketika para Syiah melakukan protes di masjid-masjid di ibukota. Tuntutan mereka adalah sama sepanjang zaman, bahwa presiden ketika itu, Ali Abdullah Saleh, harus mundur dari jabatannya. Saleh bertindak tegas. Ia memerintahkan siapapun Syiah Houthi yang mengganggu jamaah masjid haruslah ditangkap.
“Perang pertama dimulai ketika Saleh mengirimkan pasukan ke provinsi Saada untuk menangkap Hussein yang menolak untuk mengekang pendukungnya,” kata Addaghashi. Hussein al-Houthi tewas pada tahun 2004 setelah Saleh mengirim pasukan pemerintah ke Saada. Perang intermiten yang panjang itu berakhir dengan perjanjian gencatan senjata pada tahun 2010.
Namun, diam-diam Houthi menyusun makar. Pada tahun 2011, Houthi dengan kekuatan senjata yang mengerikan—dan dari mana asalnya?—berada di garis depan dalam pemberontakan melawan Saleh.



“Sejak awal, kelompok ini menuntut wilayah yang lebih luas. Mereka menolak ide negara federal enam wilayah bagian. Mereka menginginkan Sanaa, plus satu wilayah lain sesuai keinginan mereka. Kover besar mereka adalah naiknya harga bahan bakar dan dengan segera menggalang dukungan dan konsesi politik,” April Longley Alley, spesialis International Crisis Group Yaman, memaparkan kepada kantor berita AFP.
“Apa yang terjadi sekarang tampaknya menjadi tawar-menawar politik yang semakin berbahaya dari Syiah Houthi. Mereka ingin menjadi kekuatan politik yang dominan di utara dan di pemerintahan nasional Yaman,” katanya.



Apakah Ini Konflik Sektarian?
PADA kenyataannya, militan Syiah Houthi memang menyerang orang-orang Sunni di Yaman, pun pada kenyataan lainnya, mereka adalah minoritas.
Untuk satu hal, Syiah Zaidi, yang hampir seluruhnya ditemukan di Yaman, cukup berbeda dari kelompok Syiah lainnya. Mereka hanya mengakui lima dari 12 imam yang diakui Syiah kebanyakan. Perlu dicatat bahwa mantan presiden Saleh, yang digulingkan oleh Houthi dalam pemerintahannya selama 12 tahun, diduga sebagai Syiah Zaidi. Mirisnya saat ini secara luas ia diduga bekerja dengan Houthi justru setelah ia kehilangan kekuatan.
Analis mengatakan bahwa pemberontakan Syiah Houthi tidak sepenuhnya dapat dimasukkan sebagai konflik sektarian. Dalam laporan Rand Corp 2010, para penulis mencatat bahwa “Pemberontakan Syiah Houthi adalah konflik yang timbul akibat ketidakpuasan mereka sebagai minoritas yang tidak memiliki identitas di Yaman.” Analisis yang bergema sepanjang tahun lalu oleh Silvana Toska, seorang peneliti Timur Tengah itu, mencatat bahwa Houthi didukung oleh sebagian warga Yaman sebagai oposisi nyata terhadap pemerintah. Entah, warga golongan mana yang dimaksud.
Peran Apa yang Iran Mainkan?
Koalisi Teluk yang merupakan mayoritas penganut Sunni, telah menuduh Houthi sebagai kaki tangan Iran,  negara adidaya, pusat Syiah di wilayah itu. Houthi sendiri selalu menyangkal hal ini. Sangkalan Houthi ini seolah menjadi tak berarti setelah Reuters mengungkap fakta, di mana para pejabat Iran mengklaim bahwa pemerintahannya telah menyediakan uang, senjata dan pelatihan untuk militan Houthi.
Lebih jauh, seorang pejabat Iran mengatakan kepada Reuters bahwa ada ratusan tentara Iran, dan tempat-tempat pelatihan militan Houthi di Yaman. Bahkan banyak pula militan Houthi yang pergi ke Iran untuk mendapat pelatihan secara langsung. Pasukan Iran diyakini telah beroperasi dengan sejumlah kelompok Syiah lainnya, terutama di Lebanon dan Irak.
Sangat sulit untuk mengetahui sampai sejauh mana Iran secara aktif membantu Houthi, bisa jadi apa yang dilakukan Iran jauh lebih besar daripada yang terlihat oleh publik.
Apa Artinya Konflik Ini bagi Amerika Serikat?
Perhatian utama Amerika Serikat di Yaman kemungkinan masih tertuju pada Al-Qaidah. Houthi jelas-jelas bukanlah teman Al-Qaidah, mereka bahkan telah saling serang pada waktu-waktu sebelumnya. Ditambah serangan pesawat tak berawak Yaman dioperasikan dari koalisi teluk. Jika Houthi memperjuangkan keterlibatan AS di negara itu, dengan membuat pengambilalihan pemerintahan, AS akan mendapat keuntungan dari hal itu.
Masalahnya, apa yang terjadi jika mereka tidak mengajak AS? Setelah bantuan dari Arab Saudi mengering, dan tanpa otoritas yang jelas di Sanaa, kelompok-kelompok seperti Al-Qaidah dan gerakan lainnya memiliki lebih banyak ruang untuk bertindak. Dan jika Houthi dengan Syiahnya terus menyerang, ini akan mendorong warga Sunni Yaman untuk melawan ekstremis. Kelompok Al-Qaidah, yang pernah menjadi sekutu AS ini, kini mampu menjadi risiko serius bagi AS.

sumber: islampos

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam