Pengamat: Beda Perlakuan Polisi ke Mahasiswa dan Separatis Papua

Pengamat: Beda Perlakuan Polisi ke Mahasiswa dan Separatis Papua

KONTENISLAM.COM - Pemerhati Politik, M Rizal Fadillah, menanggapi pengamaman aksi mahasiswa dan separatisme papua. Rizal menilai tindakan rezim Joko Widodo (Jokowi) saat ini semakin represif membungkam suara mahasiswa, hal ini terbukti dari dua mahasiswa yang meregang nyawa terkena peluru panas di Kendari dan juga penangkapan aktivis mahasiswa.

Padahal, yang dihadapi adalah mahasiswa yang bersuara menolak sejumlah RUU yang kontroversial. Bukan hanya mahasiswa yang menjadi korban tapi juga wartawan yang meliput tak luput dari aksi brutal aparat, padahal mereka jelas-jelas menggunakan ID atau tanda pengenal media.

“Yang dituntut adalah hal yang wajar bukan mengada-ada. Bahwa pola aksi lebih dari sekadar berani adalah khas mahasiswa yang memang berusia muda,” katanya melalui keterangannya hari ini (30/0).

Dia mengatakan, jika berujung rusuh itu bukan murni dari mahasiwa. Kerusuhan selalu disebabkan kelompok penyusup. Akibatnya, ini seolah menjadi SOP dalam aksi.

“Gerakan mahasiswa itu murni sebagai wujud spirit perlawanan pada kebijakan rezim yang tidak adil. Di ruang pendidikan didoktrinkan untuk selalu memihak dan memperjuangkan kebenaran,” ujarnya.

Dia mengatakan, sudah dua kali rezim Jokowi menciptakan goresan luka yang tak mungkin terlupakan saat melalukan tindakan represif kepada aksi warga. Peristiwa 21-22 Mei lalu di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, brimob bertindak di luar kewajaran yang mengakibatkan banyak korban tewas dan luka.

Hal serupa dilakukan brimob saat mengawal gerakan aksi September 2019 di depan gedung DPR/MPR. Bahkan, aksi di daerah pun diwarnai bentrokan antara mahasiswa dan polisi. Korban di rumah sakit cukup banyak.

“Sikap keras ini berbeda dengan menghadapi aksi yang berbau separatisme di Papua. Mencolok sekali perbedaan cara menangani aksi-aksi sehingga inipun menjadi bahan cibiran,” ujarnya.

Rizal melanjutkan, terkait aksi kekerasan, radikal, dan intoleran aparat kepolisian yang menciptakan citra buruk bagi rezim pemerintahan Jokowi ini dapat dipandang ke dalam empat hal. Pertama, protap penanganan baik aspek institusional maupun kurikulum muatan penanganan ‘radikal dan intoleran’ di lingkungan lembaga pendidikan kepolisian, Brimob khususnya harus dipertanyakan.

Kedua, oknum yang bertanggung jawab atas tindakan represif harus diusut tuntas. Rizal mengusulkan tim independen.

“Tim internal kepolisian yang dibentuk untuk menyelidiki kasus 21-22 Mei dulu saja tidak jelas konklusinya. Masyarakat menilai penyelesaian lebih pada aspek politis daripada faktual dan adil,” kata Rizal.

Ketiga, jika aparat terus bertindak represif, maka tidak mustahil mahasiwa dan elemen lainnya akan melawan polisi. Simpati dan dukungan pada mahasiswa semakin besar. Mengingat polisi secara psiko politis berjalan sendiri, tidak terlalu solid dengan TNI, maka daya tahan akan semakin rapuh.

Keempat, konsep ‘democratic policing’ Tito Karnavian yang telah mampu menempatkan perwira politik di berbagai posisi strategis, terakhir Ketua KPK, akan rontok oleh kebijakan represif menangani aksi.

“Apa yang terjadi di lapangan itulah wajah kepolisian yang nyata. Sikap kasar dan brutal telah merusak konsep ‘polisi yang berperan di negara demokrasi’. Tesis menjadi berantakan oleh perilaku para komandan lapangan,” ucap dia. [indonesiainside]

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam | Ikuti Kami di Facebook: facebook.com/KONTENISLAMCOM | Flow Twitter Kami: @kontenislamcom

Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close