Stafsus Milenial, Akankah Harapan? - KONTENISLAM.COM Berita Terupdate

Stafsus Milenial, Akankah Harapan?

Stafsus Milenial, Akankah Harapan?

Oleh Yudhi Hertanto

KONTENISLAM.COM - PEMUDA adalah tulang punggung bangsa! Menempatkan para pemuda sebagai motor perubahan, bermakna mempersiapkan masa depan.

Staf Khusus (Stafsus) Presiden diisi para milenial, apa tantangannya?

Pemenuhan struktur dan perangkat kerja presiden, tentu diserahkan pada kehendak prerogatif kekuasaan, untuk menerjemahkan visi presiden dalam masa pemerintahannya.

Penempatan menteri yang berusia muda, sudah dilakukan. Tidak main-main, bahkan untuk mengurusi bidang pendidikan dan kebudayaan, yang posisinya strategis dan sangat fundamental, bagi pembangunan dan kemajuan. Ditunggu kejutan kerja selanjutnya.

Sulit untuk menebak, apakah ini sebuah pertaruhan? Tentu tidak bisa dipandang linier seperti itu, hanya karena minimnya pengalaman birokrasi, terutama karena pemuda adalah proyeksi masa mendatang.

Kembali pada soal Stafsus presiden, yang berisi para pemuda-pemudi dengan berbagai prestasi individualnya itu, mampukah memberi dampak lebih jauh? Kita perlu melihat bentuk kiprahnya.

Imaji Revolusi Pemoeda

Merujuk Benedict Anderson, dalam buku Revolusi Pemoeda, 1988, situasi dinamika kebangsaan menjadi pelecut dari semangat kaum muda memecahkan kebuntuan pergerakan untuk merebut momentum kemerdekaan.

Dokumentasi gelora kelompok pemuda pada periode 1944-1946, merupakan representasi dari kesadaran nasionalisme berhadapan dengan realitas penjajahan Jepang, dan terdapatnya peluang memproklamirkan diri sebagai bangsa merdeka.

Jauh sebelum itu, kehendak untuk menyatakan diri sebagai sebuah entitas bersama, telah dimulai melalui rintisan ikrar Sumpah Pemuda, 1928. Kelas menengah, muda dan terdidik menjadi pembaharu.

Kini, situasi tersebut bisa jadi hendak diulang, persoalannya, apakah situasi objektifnya sama? Abad digital, adalah sebuah babak baru, diisi oleh semangat muda, sekaligus bertemu dengan berbagai tantangannya.

Situasi kehidupan di era disruptif, tidak pernah dapat diprediksi bagaimana bentuk dan wujud akhirnya. Melibatkan pemuda, merupakan bentuk partisipatif, sebagai upaya pemberdayaan bagi penciptaan peluang baru.

Karena situasi di masa depan, justru penuh dengan ketidakpastian. Terlebih, problemnya selama ini, para pemuda memang tidak pernah ada di dalam lingkar kekuasaan. Mereka bergerak di ruang yang tidak pernah terjamah oleh kekuasaan, dengan berbagai digital startup movement.

Perangkap Regulasi Kreativitas

Pada banyak kajian, sesuai Clayton Christensen,1995, Disruptive Innovation, kondisi disrupsi hanya terjadi, ketika ada ruang terbuka untuk melihat celah sempit perubahan model, dalam menjawab persoalan yang dihadapi, secara cepat, mendasar dengan cara-cara yang berbeda.

Kelompok muda lah, yang memiliki prasyarat dalam kemampuan melihat masalah, secara unik dari kelaziman. Nothing to lose. Tapi memiliki spirit mencari jawaban, karena masalah di masa depan adalah problematika kehidupan keseharian mereka.

Karena itu, tata kelola yang diharapkan hadir melalui instrumen pemerintahan, sejatinya bukanlah regulasi yang berusaha menertibkan semata, tetapi memberi stimulus bagi penciptaan daya kreatif.

Berapa banyak regulasi yang menjadi persoalan bagi pengembangan ide-ide baru? Peraturan yang ada terbilang minim insentif bagi kreativitas, sehingga nampak tidak ramah bagi pemuda.

Padahal era disrupsi merupakan periode creative destruction, merobohkan sekat penghalang untuk menciptakan solusi out of the box. Regulasi akan menjadi penjara kreativitas, justru tersandera.

Tentu tidak mudah memberi warna, atau bahkan melakukan perubahan di dalam pemerintahan. Terlebih fungsinya tidak terlalu mayor dalam kerangka eksekusi.

Terlebih fungsi pemerintahan juga bukan seperti startup yang idenya bisa silih-berganti dalam perubahan yang cepat bergantung pada tingkat kebutuhan terkait. Pemerintahan berkaitan dengan public moral obligation, dalam cara pandang dan horison yang panjang.

Milenial, Kategori Sosial

Meski baru diberi kesempatan pada periode kedua pemerintahan, tetap saja ini jadi modal bagus. Harus terus dievaluasi serta ditimbang efektifitas dampak kehadirannya.

Kabinet dari pemerintahan kali ini terbilang gemuk, menjadi sarana akomodatif semua kepentingan. Fokus pembangunan sumberdaya manusia harus serius ditempatkan sebagai legacy.

Tentu saja harapan atas keterlibatan milenial, harus lebih dari sekedar menjadi etalase penampilan figur representasi muda dalam usia semata yang minim substansi, tetapi dapat memberi pengaruh bagi karya pembangunan.

Situasi kali ini menjadikan milenial sebagai aset berharga, lebih dari sekedar identifikasi lapisan pemilih yang diperebutkan pada saat kontestasi politik. Kita memang memiliki keberlimpahan generasi muda, sebagai bonus demografi produktif.

Tantangannya, surplus pemuda itu akan menjadi kontraproduktif, bila kekuasaan tidak mampu membuka lapangan pekerjaan baru. Harus dapat menumbuhkan ekonomi domestik, terlepas dari faktor eksternal ekonomi dunia dan perang dagangnya.

Meski tidak boleh jatuh pada glorifikasi berlebihan, tapi hal ini -kehadiran kaum muda, bisa sangat menjanjikan.

Terlebih bila kehadiran kelompok milenial, sebagai kategori sosial diberi peran aktif dalam pemerintahan, tidak hanya sekedar menjadi gimmick dan pelengkap penyerta bagi kepentingan politik citra semata. Semoga.

Yudhi Hertanto
Mahasiswa program doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid.

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam | Ikuti Kami di Facebook: Kabar Politik | Flow Twitter Kami: @KabarTerkini8

Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close