Harga emas menanjak terus menerus sejak awal tahun, padahal pandemi Corona masih belum surut menyerang semua sektor. 'Kilauan' harga emas ini bahkan dinilai masih akan terus berlanjut.
Menurut analis emas dari Monex Investindo, Ariston Tjendra, kenaikan harga emas terjadi karena kekhawatiran investor terhadap krisis ekonomi dampak dari Corona. Hal ini membuat para investor mengalihkan portofolionya ke emas karena disebut sebagai bagian dari aset save haven.
Seiring dengan belum surutnya pandemi Corona, Ariston menilai kekhawatiran investor akan tetap membuat harga emas melambung.
"Potensinya masih ada, fundamental kekhawatirannya belum hilang," kata Ariston kepada detikcom, Minggu (2/7/2020).
Belum lagi hingga kini pun belum ada juga vaksin yang terbukti bisa membasmi Corona, sehingga bisa menekan dampak virus yang mendunia ini. Ariston menilai, apabila sudah ada vaksin kemungkinan harga emas bisa turun.
"Apalagi belum ada vaksin. Vaksin kalau sudah ada, bisa langsung turun kencang harga emas," ujar Ariston.
Dari catatan detikcom, harga emas sendiri secara global diprediksi analis bisa tembus US$ 3.500 atau sekitar Rp 50,75 juta (dalam kurs Rp 14.500) per troy ounce dua tahun mendatang atau di 2023.
"Yang terpenting adalah seberapa cepat ia melewati US$ 1.923 yang merupakan level tertinggi sebelumnya. Hal yang yang sangat-sangat penting adalah dia menembus US$ 1.800 dengan mudah, ini adalah pasar yang kuat," kata Ketua Eksekutif Martin Place Securities, Barry Dawes seperti dikutip dari CNBC.
Untuk diketahui, 1 troy ons sama dengan 31,1 gram. Maka dari itu, apabila harga emas target diprediksi mencapai US$ 3.500 per troy ounce maka per gramnya harga emas berkisar US$ 112,54 per gram. Kemudian sesudah dikonversikan dengan kurs saat ini maka satu gram emas setara dengan Rp 1,6 juta. [detik]
