Koalisi Masyarakat: Pasukan Rajawali BIN Bentuk Penyimpangan
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyebut pasukan khusus Rajawali yang dimiliki Badan Intelijen Negara (BIN) menyalahi wewenang.
Hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Pada pasal 30 diatur soal wewenang BIN yang meliputi penyusunan rencana dan kebijakan nasional di bidang intelijen, melakukan kerja sama dengan Intelijen negara lain, dan sebagainya.
Kemudian pada Pasal 31 menambahkan wewenang BIN yaitu untuk melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
"Ketentuan itu jelas tidak menyebutkan bahwa BIN memiliki wewenang untuk membentuk pasukan khusus bersenjata," Kepala Advokasi LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora dalam keterangannya, Minggu (13/9).
Tak hanya itu, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2012 tentang BIN, juga tidak memberikan wewenang kepada lembaga telik sandi itu untuk membentuk pasukan khusus bersenjata.
Jika pasukan khusus rajawali itu memang ada, tegas Nelson, BIN telah melampaui kewenangannya berdasarkan undang-undang.
Dia mengatakan berdasarkan pada Pasal 28 UU Intelijen Negara, BIN melakukan fungsi Intelijen di dalam negeri dan di luar negeri serta fungsi koordinasi intelijen negara.
Dengan demikian, BIN seharusnya melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen, melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen, dan sebagainya.
"Sehingga tidak tepat jika BIN justru membentuk pasukan khusus bersenjata layaknya TNI maupun Polri. Terlebih BIN adalah institusi sipil (dengan pengecualian intelijen militer) yang tentunya jika terjadi konflik bersenjata tidak akan dianggap sebagai kombatan," tutur Nelson.
Dia menerangkan andai BIN membutuhkan kekuatan bersenjata, maka seharusnya hal itu disampaikan kepada Presiden RI. Nantinya, Presiden lah yang dapat memerintahkan kepada Panglima TNI atau Kepala Polri atau Kepala BNPT untuk mengambil tindakan, bukan malah membentuk pasukan khusus bersenjata tersendiri.
Koalisi juga mempertanyakan tujuan pembentukan pasukan Rajawali itu. Pasalnya, sudan ada Polri yang berperan terkait kegiatan keamanan nasional. Lalu, untuk sudah ada TNI jika terkait dengan ancaman kepentingan pertahanan nasional. Sedangkan yang terkait dengan kegiatan terorisme juga sudah ada Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Pasukan khusus bersenjata ini akan bertindak sewenang-wenang dan bukan tidak mungkin menambah daftar panjang pelanggaran HAM negara melalui pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing)," ujar Nelson.
Atas dasar itu, Koalisi Reformasi Sektor Kemanan mendesak agar pasukan khusus Rajawali bentukan BIN untuk dibubarkan.
"Mendesak kepada Pemerintah cq. Presiden Republik Indonesia, juga mendorong DPR RI cq Komisi I DPR RI agar membubarkan pasukan khusus bersenjata tersebut jika benar bahwa Pasukan Rajawali itu adalah bentukan BIN," kata Nelson.
Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini sendiri terdiri atas berbagai organisasi yakni LBH Jakarta, Kontras, PBHI, Amnesty Internasional Indonesia, HRWG, Imparsial, Public Virtue, Pil-Net, SETARA Institute, dan ELSAM.
Sebelumnya, pasukan khusus Rajawali milik BIN itu terungkap lewat rekaman video yang diunggah Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Bambang diketahui mengunggah video Inaugurasi Peningkatan Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Plaza STIN, Sentul, Kabupaten Bogor padai akun Instagram pribadinya. Rekaman video itu diunggah pria yang kerap disapa Bamsoet pada Rabu (9/9).
Dalam video, tampak pasukan dengan seragam khusus dan bersenjata laras panjang. Mereka disebut sebagai pasukan khusus Rajawali.
"Pasukan khusus Rajawali BIN memang beda. Selamat. Penampilan yang luar biasa. Jaga Indonesia, jaga NKRI," kata Bambang dalam keterangan video yang dia unggah dua hari lalu, dan diakses CNNIndonesia.com, Sabtu (12/9). (cnnindonesia)