Anak-anak Revolusi

Anak-anak Revolusi

Oleh:Dr. Syahganda Nainggolan
 

KONTENISLAM.COM - RISMA, Walikota Surabaya memaki-maki seorang remaja yang dijaring tengah demo di Surabaya. Anak ini berasal dari Madiun. Risma marah karena Kota Surabaya rusak gara-gara demo tolak Omnibus Law Ciptaker datang dari luar kota. Menurutnya, seharusnya demo itu di Madiun saja, jangan anak itu datang ke Surabaya.

Di Jakarta, Anies Baswedan mendatangi demonstran. Kebakaran halte busway dan MRT mencapai 15 halte. Anies senyum menghadapi demonstran di Bundaran HI, minta anak-anak muda itu membubarkan diri. Namun, Anies mengingatkan kalau mau melanjutkan demo, silakan besok lagi.
 
Hari kemarin, puluhan ribu mahasiswa dan buruh di Bandung mengepung Gedung Sate. Bentrokan dengan aparat keamanan terjadi. Keganasan anak-anak muda itu ditunjukan secara bringas, menginjak-injak mobil yang dan barikade lainnya yang menghalangi mereka.

Video beredar mahasiswa tersebut diperbolehkan beberapa tentara membacakan tuntutan mereka di malam hari. Kemarin dan hari ini sesungguhnya semua daerah bergejolak.

Anak-anak muda belia SMA dan STM, mahasiswa dan kaum buruh perempuan mengamuk dari Sabang sampai Merauke. Puluhan konfederasi dan federasi Serikat Buruh meminta semua buruh di manapun mogok kerja.

Jakarta tentu jelas pusat pergolakan. Bukan saja buruh dan  mahasiswa, namun anak-anak STM dan SMA juga tampil sebagai kelompok militan. Mahasiswa-mahasiwa merasa menjadi kakak senior yang bangga menyambut anak-anak STM dan SMA itu, memberi mereka jalan untuk masuk ke barisan.

Buruh, mahasiswa, pemuda, dan anak-anak remaja (STM/SMA) sekarang tampil melakukan gerakan perlawanan terhadap rezim Jokowi. Isu yang diusung adalah penolakan atas Omnibus Law.

Berbagai pihak meragukan kemampun mahasiswa dan anak-anak STM/SMA ini memahami UU Omnibus Law itu. Sebab, mereka dianggap terlalu rendah pengetahuannya tentang UU ratusan halaman itu.

Namun, tentu bisa saja keraguan itu datang juga ketika puluhan ribu orang-orang muda itu meneriakkan revolusi di depan Istana. Apakah memang mahasiswa dan pemuda-pemuda itu bodoh-bodoh alias tidak nyambung? Kenapa mereka dianggap belum paham namun meneriakkan revolusi???

Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian dan Ketua Umum Golkar, memberikan statement bahwa mereka ditunggangi. Airlangga menyebutkan sudah mengantongi kelompok penunggang tersebut.

Selanjutnya Mahfud MD dan jajaran pejabat keamanan negara menyatakan akan menindak tegas pendemo. Mahfud dan jajarannya mewakili Jokowi, karena Jokowi meninggalkan ibukota ketika demonstrasi meluas di Jakarta.

Heroisme dan Unconsciousness Mind

Mengkambinghitamkan dan menyepelekan serta dianggap ditunggangi para aktor kepada anak-anak STM dan SMA atau Mahasiswa terlalu menyepelekan situasi. Kaum buruh memang vis a vis dengan kekuasaan Jokowi, karena nasibnya dimarginalisasi sampai hancur. Lalu kenapa mahasiswa? Kenapa remaja STM/SMA?

Kesadaran manusia atas situasi dalam teori psikoanalisis terdiri dari kesadaran nyata maupun kesadaran di bawah nyata (unconsciousness).

Unconsciousness itu adalah sebuah kesadaran yang terpendam. Anak-anak STM dan SMA yang dipukuli dan dipenjara pada November 2019 lalu, ketika demo di DPR-RI menolak revisi UU KPK telah memendam sebuah kesadaran bawah nyatanya tentang kekejaman terhadap mereka.

Begitu juga kekejaman yang dialami anak-anak remaja pada demo 21/22 Mei 2019 pasca-Pilpres. Zaman internet of things sekarang ini, jejak digital, dan pengetahuan anak-anak muda atas situasi dengan mudah masuk ke pikiran mereka.

Namun, realitas ini tidak mudah dikonstruksi anak-anak muda ini dalam dunia nyata. Baik karena faktor ketakutan, maupun lainnya  Namun, kesadaran itu tidak hilang. Dia dapat berupa dendam. Dapat juga sebagai sebuah kesadaran nyata ketika bertemu momentumnya. Seperti situasi sekarang ini.

Dendam maupun kesadaran yang bergeser jadi nyata, menurut saya, telah terjadi pada anak-anak belia ini. Pemahaman mereka atas UU Omnibus Law mungkin terbatas. Namun, mereka memaknai gerakan penolakan kaum buruh sebagai sebuah kebenaran, karena sebuah versus antara buruh dengan pemerintah, membuat mereka lebih yakin dengan buruh.

Apalagi berbagai faktor kegagalan pemerintah dalam urusan kesehatan dan situasi krisis ekonomi berkelanjutan membuat hampir semua rakyat depresi.

Unconscious Mind yang bergeser nyata berimpit dengan semangat anak-anak muda, yang dalam sejarahnya menginginkan sebuah heroisme. Perasaan membela nasib bangsa dalam situasi bangsa yang sulit, muncul begitu besar.

Seorang mahasiswi yang dipukuli aparat, yang tersebar dalam video beredar, misalnya, akan memunculkan heroisme. Karena mereka merasa di front depan bertempur dengan kekuasaan.

Heroisme bagi kaum buruh tentu saja juga terjadi. Sebab mereka sedang membela nasibnya. Namun, kesadaran kaum buruh adalah kesadaran nyata. Mereka mempunyai organisasi dan elit-elit buat mengkaji pasal-pasal yang merugikan pada Omnibus Law. Bagimana kalangan kampus?

Profesor dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi sudah banyak mengecam UU Omnibus Law ini. Kesadaran mereka juga nyata. Dan tentu saja sebagai cendekiawan mereka harus memilih apakah tetap berada di "menara gading" atau menyuarakan kebenaran.

Saat ini semakin nyata perlawanan dari kalangan perguruan tinggi semakin menggema dan meluas. Faktor ini juga mendukung keberadaan gerakan mahasiswa dan remaja tadi.

Sekali lagi, menuduh adanya aktor penunggang tentu menyepelekan analisis  situasi saat ini. Meskipun berbagai ekses telah terjadi, seperti pembakaran, pengrusakan berbagai fasilitas, maupun penjarahan di beberapa tempat.

Anak-anak Revolusi

Anak-anak muda ini adalah anak-anak revolusi. Seperti anak-anak muda di Thailand dan Hong Kong, mereka tampil gagah di jalanan, berdemonstrasi. Sebagian disiksa aparat, sebagian ditangkap.

Namun, perlawanan mereka kelihatannya sudah mempertimbangkan risiko. Kenapa? Risiko terbesar adalah keluar rumah berkerumun di masa Covid-19. Risiko pandemi hanya berani diambil oleh orang-orang tolol atau orang sadar.

Tentu saja demonstrasi mahasiswa dan SMA ini punya tujuan. Begitu juga kaum buruh. Sehingga risiko yang diambil pasti dipilih dengan mempertimbangkan tujuan kemanusian, yang mulia.

Kedua, risiko dipukulin aparat sudah bukan hal baru bagi anak-anak muda itu. Justru mereka sudah melihat ganasnya aparat dalam menangani demo. Bahkan, berita terbengis terakhir adalah mahasiswa demo di Kendari dibubarkan dengan Helikopter, sebuah keganjilan baru di dunia.

Mereka adalah anak-anak revolusi karena mereka berani mengambil risiko besar, baik pandemi maupun kekejaman aparat. Dan mereka telah menyadari tujuan dari demonstrasi itu sendiri, yakni membela hak-hak rakyat.

Penutup

Demonstrasi anak-anak muda belia berkibar di Indonesia. Orang-orang tua sebagian menangis melepas anak-anak itu menemukan kekerasan di jalanan serta juga risiko Covid-19.

Risma memaki-maki anak-anak muda itu karena dari luar Surabaya merusak kotanya Risma. Anies Baswedan tersenyum minta anak-anak muda pulang dulu karena sudah malam. Airlangga Hartarto menuduh ada penunggang. Mahfud MD menuduh ada aktor-aktor dan akan ditindak tegas.

Perlawanan mahasiswa, buruh dan anak-anak STM/SMA ini adalah peristiwa revosioner dalam sejarah. Sebab, risiko perjuangan terlalu besar dan tujuan perjuangannya terlalu mulia (menolak UU penindasan).

Namun, sejarah akan menemukan jalannya sendiri. Revolusi akan mencari jalannya sendiri. Berbagai elemen dan ekosistem dalam sebuah revolusi maupun perubahan sosial besar harus dimaknai secara benar. Di antaranya adalah lahirnya elemen anak-anak revolusi itu.
 
Saatnya semua pihak membaca situasi secara benar. Melihat dalam bingkai demokrasi. Agar menempatkan analisis sosial secara tepat demi menghormati keberadaan anak-anak revolusi ini.

(Sabang Merauke Circle)

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close