Bola Salju Markaz Syariah vs PTPN soal Sengketa Tanah

Bola Salju Markaz Syariah vs PTPN soal Sengketa Tanah 

KONTENISLAM.COM - Kasus sengketa tanah antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan pondok pesantren Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq terus bergulir bak bola salju. Kedua belah pihak masing-masing memiliki argumen perihal tanah yang di atasnya kini dibangun ponpes itu.
Kasus sengketa tanah ini bermula ketika PTPN VIII menyampaikan surat somasi kepada Markaz Syariah selaku pengelola ponpes Markaz Syariah. PTPN VIII meminta Markaz Syariah untuk meninggalkan lahan di lokasi tersebut.

PTPN VIII memberikan waktu tujuh hari kerja untuk menyerahkan lahan tersebut. Jika tidak, maka perusahaan membawa perkara ini ke ranah hukum.

"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah pembuatan surat somasi kepada seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Maning DT melalui pesan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (24/12).

Surat somasi dari PT PTPN VIII kepada Ponpes Markaz Syariah itu tertanggal 18 Desember 2020. Dituliskan, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII, Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektare oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

"Memang benar ada di area sah milik kami," kata Maning.

Menanggapi surat somasi itu, Front Pembela Islam (FPI) mengatakan pihak Markaz Syariah siap melepas lahan, asalkan diberikan ganti rugi. Sebab, FPI mengklaim Habib Rizieq mendirikan ponpes Markaz Syariah dengan membayar lahan kepada petani setempat. FPI mengatakan, Markaz Syariah tidak merampas lahan.

"Perlu dicatat bahwa masuknya IB HRS dan pengurus yayasan MS-MM untuk mendirikan ponpes yaitu dengan membayar kepada petani, bukan merampas," kata Wasekum FPI Aziz Yanuar melalui keterangan tertulis, Kamis (24/12).

FPI menambahkan, pihak Markaz Syariah bersedia melepas lahan dan meminta ganti rugi. Uang ganti rugi akan dipakai untuk membangun ponpes Markaz Syariah di lokasi lain.

"Bahwa pihak pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silakan ganti rugi uang keluarga dan umat yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan," ujar Aziz.

Sementara itu, Habib Rizieq sebelumnya mengakui PTPN VIII memiliki hak guna usaha (HGU) tanah yang menjadi Ponpes Markaz Syariah. Namun Habib Rizieq menyebut tanah itu ditelantarkan oleh PTPN VIII.

"Tanah ini, Saudara, sertifikat HGU-nya atas nama PTPN, salah satu BUMN. Betul, itu tidak boleh kita mungkiri. Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat. Tidak pernah lagi ditangani oleh PTPN. Catat itu baik-baik," kata Habib Rizieq dalam sebuah forum. Habib Rizieq menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah forum sebelum dia ditahan di Polda Metro Jaya.

Kemudian, Kementerian ATR/BPN memberikan tanggapan atas penyataan tim hukum Markaz Syariah yang menyebut telah membeli tanah milik PTPN VIII itu ke petani. BPN menyebut hal tersebut salah.

"Tim hukum MRS (Muhammad Rizieq Shihab) mengatakan telah membeli tanah itu pada petani, dan jika itu yang disebut legal standing-nya, maka itulah yang salah," kata juru bicara BPN, Teuku Taufiqulhadi, saat dimintai konfirmasi, Minggu (27/12/2020).

Taufiqulhadi yakin petani yang menjual tanah yang kini berdiri Markaz Syariah tidak punya sertifikat tanah. Dia menegaskan petani tidak memiliki hak menjual tanah yang bukan miliknya.

Ia menyebut petani tidak boleh menjual tanah jika tidak ada fakta kepemilikan. Pembelian tanah itu disebut tidak sah.

"Karena tidak ada fakta kepemilikan, petani ini tidak boleh menjual. Jika ada pihak yang membeli lahan pada petani itu yang tidak sah itu, maka pembeli itu sama dengan tukang tadah barang gelap. Itu bukan pembeli beritikad baik namanya," ucap Taufiqulhadi.

"Karena pembeli ini sudah tahu, penjualan ini tidak sah karena tidak didukung bukti-bukti kepemilikan," kata Taufiqulhadi.

Tak tinggal diam, pihak tim hukum Markaz Syariah langsung merespons penyataan BPN. Kuasa hukum Habib Rizieq, Ichwan Tuankotta, mempertanyakan terkait kesalahan dalam membeli tanah HGU Markaz Syariah tersebut.

Ichwan awalnya menjelaskan PTPN VIII sudah menelantarkan tanah Markaz Syariah lebih dari 25 tahun. Karena ditelantarkan, lanjutnya, Habib Rizieq membeli tanah tersebut dari petani.

"Karena Habib Rizieq membeli lahan itu dari para petani, penggarap, yang pada saat itu memang tanah tersebut sudah ditelantarkan dan terbengkalai oleh pihak PTPN VIII, begitu. Nah, karena tanah itu sudah ditelantarkan dan dikelola oleh pihak penggarap, dalam hal ini warga petani di sekitar situ, itu sudah dari tahun 1991. Jadi sudah 25 tahun lebih tanah itu ditelantarkan," kata Ichwan, saat dihubungi, Minggu (27/12).

Dia pun mengatakan seseorang atau badan usaha bisa membeli tanah yang ditelantarkan. Aturan itu, kata dia, tercantum pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Presiden Republik Indonesia.

"Karena tanah itu ditelantarkan, konsekuensinya di dalam Undang-Undang Agraria tahun 60, itu ada kaitan tentang penelantaran, ya. Di sini disebutkan di Pasal 34 yang saya baca, kalau HGU itu ditelantarkan, otomatis menjadi hapus haknya, begitu," lanjutnya.

Bahkan Ichwan Tuankotta mengklaim kliennya memiliki bukti pembelian lahan yang di atasnya berdiri Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah itu. Ichwan menyebut Habib Rizieq memiliki perjanjian oper garap.

"Ya jadi karena ini memang bentuknya garapan, tanah garapan, dan kita sudah menganggap bahwa petani di sekitar situ sudah menggarap puluhan tahun, karena tadi, sudah ditelantarkan PTPN VIII. Maka, untuk membeli itu dibuatlah perjanjian oper garap, yang disaksikan pejabat setempat, baik RT, RW, maupun kepala desa, begitu," ujar Ichwan menjawab pertanyaan apakah pihak Habib Rizieq punya bukti HGU.

Ichwan menuding PTPN VIII menelantarkan lahan tempat Markaz Syariah berdiri lebih dari 25 tahun. Menurutnya, ada konsekuensi yang harus diterima jika menelantarkan lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU).

"Karena tanah itu ditelantarkan, konsekuensinya di dalam UU Agraria tahun 60, itu ada kaitan tentang penelantaran, ya. Di sini disebutkan, di Pasal 34 yang saya baca, kalau HGU itu ditelantarkan, otomatis menjadi hapus haknya, begitu," ucapnya.

"Bukti lainnya bahwa kita juga membeli itu disaksikan oleh pejabat setempat, baik RT, RW, maupun kepala desa, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, gitu lho, perjanjian oper alih garap," imbuhnya.

Sementara itu, PTPN VIII menegaskan Markaz Syariah pimpinan HRS berdiri di areal milik mereka. Tanah yang di atasnya dibangun ponpes itu disebut sah milik PTPN VIII.

"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah membuat surat somasi kepada seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning DT, dalam keterangannya, yang disampaikan Kasubag Komunikasi Perusahaan dan PKBL PTPN VIII Venny Octariviani, Minggu (27/12).(detik)

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close