Kembalinya Iwan Fals dan Dendang Parau Densi - KONTENISLAM.COM Berita Terupdate

Kembalinya Iwan Fals dan Dendang Parau Densi

 

KONTENISLAM.COM - Buzzer-buzzer herder siapa
Hukum tak sanggup hentikan gonggongnya
Buzzer-buzzer dipelihara
Sekali gonggong terima berjuta
Buzzer-buzzer inilah fakta
Simak congornya si abu bangsat
Buzzer-buzzer adalah pahlawan
Bagi loyalis dan para penjilat
Buzzer-buzzer siap menggigit
Mereka yang kritis terhadap tuannya

|Itulah cuplikan syair lagu “Buzzer”, karya Iwan Fals, yang syairnya digarap keroyokan dengan fans, yang ada di Twitter dan fb nya.

Syair dari lagu-lagu Iwan Fals sejatinya memang kritis, tapi itu dulu. Itu saat era represif Orde Baru. Memasuki Orde Reformasi, apalagi di era Presiden Jokowi, ia tak tampak kritis lagi. Hilang kegarangannya, dan tentu kehilangan fans setia, yang menganggapnya sebagai “penyambung lidah” rakyat.

Akhirnya Iwan pun siuman dari tidur panjangnya, bermimpi buruk dan saat terjaga ia melihat semuanya sudah berubah. Suasana hangat di ruang publik hilang, dan berganti saling umpat jadi fenomena keseharian.

Beberapa kali Iwan men-twit kekesalannya atas munculnya para buzzer, lalu bersama fansnya syair lagu “Buzzer” itu dibuatnya. Syairnya tajam-keras dan tanpa tedeng aling-aling, menyebut buzzer sebagai herder, anjing yang menggonggong… sekali gonggong terima berjuta…

Muncul juga kata menyengat, bahkan amat kasar… Simak congornya si abu bangsat. Yang dimaksud itu pastilah Abu Janda, nama lain dari Permadi Arya, buzzer yang untuk sementara tidak mampu disentuh hukum.

Setelah ini pastilah Iwan Fals akan dihajar ramai-ramai para herder itu. Pastilah ia sudah dianggap bukan kawan lagi. Sudah dianggap murtad. Iwan Fals memang sedang dinantikan sikap kekritisannya, untuk bisa bersama menyuarakan kebaikan yang biasa dulu ia suarakan.
 
Densi Bermain Api Besar

Abu Janda dan Denny Siregar, biasa dipanggil dengan Densi, adalah dua besar buzzer papan atas. Jika syair lagu “Buzzer” itu menyebut dengan herder, maka dua orang itu bukan herder sembarang herder.

Dua orang itu memang herder kelas wahid, tidak cuma bisa menggonggong tapi juga bisa melempar rangsang luas. Mulai rasisme, agama (Islam) yang dipersekusi, dan mainan-mainan lain yang bahkan bisa memantik perpecahan di antara anak bangsa.

Dalam Twitternya (17/2/2021), Densi mengujar hal yang sungguh menyakitkan mereka yang masih punya akal sehat. Setelah Biro Pusat Statistik (BPS), mengumumkan Aceh sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera, Densi merespons dengan resiko yang bisa memantik api besar, yang tidak ia sadari, atau bahkan ia sadari.

“Alhamdulillah… ada juga prestasinya,” cuit Densi.

“Lho, provinsi termiskin itu prestasi. Karena jadi provinsi kaya itu biasa, sudah banyak yang melakukannya. Miskin itu gaya hidup yang gak semua orang bisa. Pertahankan provinsi juara bertahan! Anda bisa.” Cuitannya itu menimbulkan respon keras para netizen.

Densi berhasil mengundang respons dari banyak pihak. Tidak tahu persis, apakah jika yang ditwit itu menimbulkan “gairah” luas publik, maka bayaran yang diterimanya akan juga besar. Mestinya demikian. Makin nekat, maka cuannya makin gede.

Memang mustahil jika keberaniannya memantik api besar itu tidak dibarengi faktor penunjang. Tentu disamping materi yang tidak kecil, tentu pastilah perlindungan untuk tidak bisa disentuh hukum.
 
Tampaknya dua buzzer papan atas itu utamanya, dan buzzer-buzzer bertingkat dibawahnya, akan juga terlindungi. Benar syair lagu “Buzzer” tadi, Buzzer-buzzer adalah pahlawan bagi loyalis dan para penjilat… Buzzer-buzzer siap menggigit mereka yang kritis terhadap tuannya.

Apa yang di-twit Densi itu, tentu bukan tanpa perhitungan. Semuanya pastilah diperhitungkan. Sudah ada hitungan-hitungannya. Apakah saat men-twit ia lapor dulu pada “tuannya”, tidak ada yang tahu persis. Pada waktunya jawaban itu akan terkuak dengan sendirinya.

Densi “menghina” provinsi Aceh, itu semua orang yang berpikir sedikit tajam pastilah mengerti. Itu bukan sekadar Aceh, tapi lebih dari itu. Ia ingin gambarkan, meski secara tersirat, bahwa Aceh miskin itu karena memakai Syariat Islam. Ia sedang menggiring opini, dan lagi-lagi menghina syariat (agama).

Beberapa netizen kemarin meresponsnya dengan diantaranya mengingatkan pada sejarah masa lalu, saat republik ini baru lahir dan tentunya miskin. Maka rakyat Aceh mengumpulkan dana, dan lalu membelikan pesawat terbang pertama yang dimilki bangsa ini. Pesawat itu diberi nama Seulawah. Dengan pesawat itu, Presiden Soekarno bisa terbang kesana kemari menemui rakyatnya.

Juga ada yang mengingatkan, bahwa emas yang ada di ujung Monas itu hadiah dari Aceh. Dan beratnya 35 kg. Saat itu negeri ini miskin, tidak punya apa-apa. Dan Aceh lah yang banyak membantu. Manusia semacam Densi itu bukannya tidak pernah baca buku sejarah tentang itu, atau tidak pernah mendengarnya.

Sejarah kebaikan masa lalu Aceh, itu buat manusia macam Densi dan kawan-kawannya, itu hanyalah sekadar mitos. Biarlah itu ada dalam catatan sejarah yang dimitoskan. Densi sedang punya misi menggiring opini, bahwa memakai Syariat Islam itu pastilah miskin.

Densi tanpa disadarinya, sedang membandingkan dirinya yang kaya, meski “memakan daging saudaranya sendiri”, dengan marbot masjid yang hidupnya sederhana bahkan miskin secara ekonomi, tapi adem hidupnya berdekatan dengan Tuhannya.

Biarkan saja Densi dan para buzzer berdendang saat masih ada yang menabuh gendang. Pada saat gendang itu selesai ditabuh, maka selesailah dendang parau itu dinyanyikannya. Tamat! (*hidayatullah)

Kolumnis, tinggal di Surabaya

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close