Islamofobia Meningkat, Arab Saudi Serukan Toleransi

Islamofobia Meningkat, Arab Saudi Serukan Toleransi 

KONTENISLAM.COM - Perwakilan tetap Arab Saudi untuk PBB, Abdallah Al-Mouallimi, mengatakan pada pertemuan internasional tingkat tinggi pada Rabu (17/3), bahwa Islamofobia telah menyebar di mana-mana. Salah satunya adalah ujaran kebencian melalui media sosial.

"Media sosial, ujaran kebencian, dan kampanye disinformasi telah membuat Islamofobia lebih sulit untuk diatasi dan diberantas," kata Al-Mouallimi dilansir dari Arab News, Kamis (18/3).

Ia menekankan setiap ancaman terhadap kebebasan satu komunitas berdasarkan keyakinan anggotanya adalah ancaman bagi kebebasan beragama di masyarakat. Misalnya, stereotip yang tidak proporsional dituduhkan kepada semua muslim atas perilaku individu.

"Media tidak hanya mengabadikan stereotip Muslim melalui fokus yang tidak proporsional pada tindakan individu yang dianggap Muslim, ia (media) juga berperan aktif dalam menyebarkan kebencian," kata Al- Mouallimi.

Mouallimi meminta komunitas internasional bersatu mengatasi ancaman ini. Berbicara atas nama Pangeran Faisal bin Farhan, Menteri Luar Negeri Saudi, Al-Mouallimi mengutip kata-kata dari "Piagam Makkah," yang menegaskan bahwa "agama dan filosofi dibebaskan dari dosa yang dilakukan oleh penganut dan penggugatnya," dan bahwa "Pemahaman Islam yang benar membutuhkan pandangan objektif yang tidak memiliki pandangan stereotip dan prasangka.

Piagam tersebut, diadopsi di Kota Suci oleh Liga Dunia Muslim pada Mei 2019, adalah seperangkat prinsip pan-Islam yang bertujuan untuk melawan ekstremisme, mendukung keragaman agama dan budaya, dan mendukung undang-undang melawan kebencian dan kekerasan. Itu dipresentasikan oleh Raja Arab Saudi Salman, disetujui oleh para pemimpin Islam dari 139 negara, dan ditandatangani oleh lebih dari 1.200 Muslim terkemuka.

Al-Mouallimi juga menyuarakan keprihatinan tentang peningkatan serangan individu terhadap Muslim, dan mengingatkan mereka yang hadir dalam pertemuan itu bahwa perilaku pribadi tidak boleh dikaitkan dengan agama atau kebangsaan apa pun.

"Kami menggarisbawahi penyebaran ujaran kebencian membahayakan perdamaian masyarakat dan mendukung agenda ekstremis individu untuk memelihara gagasan kebencian mereka," ujar Mouallimi.

Mouallimi menegaskan kembali prinsip-prinsip yang diabadikan dalam penetapan Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia: pengakuan atas ancaman yang meningkat dari meningkatnya intoleransi dan kekerasan sektarian; pentingnya memutuskan hubungan yang dianggap menghubungkan terorisme dengan agama tertentu; dan kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran akan tindak kekerasan berdasarkan agama dan mengutuknya.

Al--Mouallimi juga menyambut baik laporan baru-baru ini oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menyimpulkan kecurigaan, diskriminasi, dan kebencian langsung terhadap Muslim telah meningkat menjadi "proporsi epidemi."

Ini menyoroti pembatasan yang tidak proporsional kepada Muslim untuk mempraktikkan keyakinan mereka, batasan akses mereka ke kewarganegaraan, pengecualian sosial ekonomi yang mereka hadapi, dan stigmatisasi yang meluas dari komunitas Muslim.

"Bentuk-bentuk diskriminasi ini, di ranah privat dan publik, seringkali menyulitkan seorang Muslim untuk menjadi seorang Muslim," kata pelapor khusus PBB dalam laporan tersebut.

Muslim sering menjadi sasaran berdasarkan karakteristik iman mereka yang terlihat, seperti nama, warna kulit dan pakaian keagamaan, termasuk jilbab. Studi tersebut juga menyoroti tiga tingkat diskriminasi yang kerap dihadapi wanita Muslim karena jenis kelamin, etnis, dan keyakinan mereka.

Laporan berjudul Melawan Islamofobia Kebencian Anti-Muslim untuk Menghapus Diskriminasi dan Intoleransi Berdasarkan Agama atau Keyakinan juga membahas bagaimana Islamofobia melanggengkan lingkaran setan di mana kebijakan negara memvalidasi sikap dan tindakan pribadi Islamofobia, dan prevalensi sikap semacam itu dapat mendorong negara menghukum Muslim dengan konsekuensi yang berat termasuk kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dalam pertemuan tersebut bahwa seringnya stereotip terhadap muslim semakin diperparah oleh media dan beberapa di posisi kekuasaan.

“Kefanatikan anti-Muslim sayangnya sejalan dengan tren menyedihkan lainnya yang kita lihat secara global: kebangkitan dalam etno-nasionalisme, neo-Nazisme, stigma dan ujaran kebencian yang menargetkan populasi yang rentan termasuk Muslim, Yahudi, beberapa komunitas minoritas Kristen, dan juga lainnya," kata Guterres.

Meskipun tindakan intoleransi tidak selalu dicatat dalam statistik resmi, namun tindakan tersebut merendahkan martabat orang dan kemanusiaan. “Diskriminasi melemahkan kita semua. Sebagaimana Alquran mengingatkan kita: bangsa dan suku diciptakan untuk mengenal satu sama lain," kata Guterres.[ihram]

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close