Politikk dan Agama: Kala Maaf Menjadi Barang Langka

Buya Hamka ketika hendak menyalati jenazah Presiden Soekarno. 

KONTENISLAM.COM - “Saya ini tak pandai mendendam. Saya sudah memaafkan semua.” Kalimat itu selalu diucapkan Buya Hamka pada orang-orang yang telah mendzaliminya. Untuk urusan pribadi, Buya sangat lapang hati.

Seperti kisahnya dengan Pramoedya Ananta Toer, yang kesaksiannya dituliskan sastrawan Taufiq Ismail di pengantar buku “Ayah” karya Irfan Hamka.

Pada waktu itu media-media komunis dengan konsisten membuat propaganda buruk untuk sastrawan yang tak seideologi dengan mereka. Buya salah satu sasaran utamanya, karena Buya juga seorang ulama, tokoh Muhammadiyah dan Masyumi.

Selama berbulan-bulan, koran Bintang Timur menulis bahwa roman “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” merupakan hasil plagiat dari karya Alvonso Care, seorang pujangga Prancis.  Karena terus menerus diberitakan, tak sedikit yang akhirnya termakan dan mempercayai kabar itu.

Meski terus difitnah, tak ada dendam di hati Buya. Ketika anak sulung Pram yang bernama Astuti akan menikah dengan seorang non Muslim dan meminta kesediaan Buya untuk membimbingnya bersyahadat, Buya langsung memenuhinya.

Begitupun kisah Pak Afif Hamka, “Kami dimiskinkan. Tidak ada pemasukan sama sekali. Buku-buku Buya dilarang beredar,” katanya mengenang kepahitan hidup yang harus ditanggung keluarganya saat Buya berada dalam penjara.

Umi Raham harus memutar otak supaya anak-anak tetap bisa makan. Satu per satu perhiasannya direlakan. Allah memberikan pertolongannya melalui banyak jalan. Namun, bagi keluarga yang mengalaminya, peristiwa itu tak mudah dilupakan.

Bagaimana dengan Buya? Dengan lapang hati, Buya bergegas berangkat manakala mendengar kabar Soekarno, orang yang membuat keluarganya sengsara, wafat. Bahkan sebelum utusan yang dikirimkan untuk menjemputnya tiba.

Namun, tidak demikian bila agamanya yang diusik. Buya teguh memegang prinsip, sekalipun tetap diungkapkan dengan bahasa yang santun.

“Biarlah saya menyebut apa yang terasa,

Kemudian tuan bebas memberi saya nama dengan apa yang tuan sukai,

Saya adalah pemberi maaf, dan perangai saya adalah mudah, tidak sulit,

Tapi rasa hati sanubari itu tidaklah saya dapat menjualnya,

Katakanlah padaku, demi Tuhan,

Adakah rasa hati sanubari itu bisa dijual?”

Sudut mata saya terasa hangat. Sekalipun telah berulang membaca tulisan itu, selalu ada sesak di dada. Tulisan itu singkat, menggunakan bahasa yang puitik, namun dalam menghujam.

Buya menulis itu di majalah Panji Masyarakat no 324/1981. Artikel berjudul “Bisakah Suatu Fatwa Dicabut?” merupakan curahan hatinya atas desakan untuk mencabut fatwa MUI tentang haramnya merayakan Natal bersama, yang membuat berang penguasa.

Bukan sekali itu saja Buya berseberangan dengan para pembuat kebijakan. Tersebutlah kritikan tajamnya untuk Pemda DKI pada masa Gubernur Ali Sadikin yang menggunakan dana dari hasil pajak perjudian untuk membangun kota.

Berulangkali Bang Ali melontarkan sindirannya, "Jalanan di Jakarta ini dibangun dari hasil judi. Kalau ada pihak-pihak yang tak setuju dengan judi, keluar rumah pakai helikopter saja. Jangan lewat jalan ini."

 Sekalipun Buya terus disindir di berbagai kesempatan, di tahun 1974 ketika Bang Ali menunaikan ibadah haji dan meminta kesediaan Buya untuk membimbingnya, Buya dengan berbesar hati memenuhinya.

Buya tetap tidak bersepakat dengan kebijakan yang dibuatnya. Namun sebagai ulama, Buya membuka tangannya untuk siapa saja yang mau dibimbing agama.

Hari-hari ini yang kita menyaksikan sebaliknya. Saling memaafkan menjadi sesuatu yang sangat langka. Sementara hati nurani diobral sedemikian murahnya. Tanyakan pada diri, “Adakah rasa hati sanubari itu bisa dijual?” Mari kita belajar lagi dari Buya.

Jakarta, 22/3/2021

[republika]

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close