Parpol Pendukung Jokowi Mendominasi Kasus Korupsi

Parpol Pendukung Jokowi 'Mendominasi' Kasus Korupsi 

KONTENISLAM.COM - Gerbong parpol pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendominasi kasus korupsi.

Antara 2014 dan 2017, dari 31 kasus korupsi parpol, 22 di antaranya “sumbangan” koalisi parpol pendukung presiden Jokowi.

Demikian Ketua Dewan Pengurus IDe Abdurrahman Syebubakar dalam artikel berjudul “Parpol, Politik Kriminal dan Otoritarianisme Korup Rezim Jokowi”.

Kata Abdurrahman, Pada 2018, 21 kepala daerah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, dan hampir seluruhnya berasal dari barisan parpol pendukung pemerintah.

Delapan (8) kader PDIP, 5 Golkar, 2 Nasdem, 1 Perindo, dan 1 Partai Nasional Aceh, sisanya dari parpol non koalisi presiden Jokowi, yaitu 2 kader PAN dan 1 Partai Berkarya.

Sementara Bupati Pakpak Barat, Sumatera Utara, kader Partai Demokrat, mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi pada pilpres 2019, tak lama berselang sebelum ditangkap KPK.

"Di saat rakyat menderita akibat salah urus negara dan dampak pandemi COVID-19, para koruptor dari parpol berpesta pora menjarah uang negara. Sebut saja korupsi Bansos oleh eks Mensos Juliari Batubara, Wakil Bendahara Umum PDIP, yang memotong hampir 40% dari Rp. 6,8 triliun total anggaran Bansos Sembako Jabodetabek,” jelasnya.

Sekitar dua minggu sebelumnya, pada akhir November 2020, eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Gerindra terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK atas gratifikasi izin ekspor benih lobster, dibantu kader PDIP.

Belum lagi menyebut skandal suap anggota KPU oleh Harun Masiku dari PDIP yang keberadaannya hingga kini masih raib.

“Masih panjang daftar skandal korupsi era otoritarianisme korup rezim Jokowi yang banyak melibatkan elit parpol, baik di pusat maupun daerah,” jelas Abdurrahman.

Ia mengatakan, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2020 anjlok, dari 40 menjadi 37, membuat posisinya merosot 17 peringkat, dari 85 menjadi 102 di antara 180 negara.

Posisi Indonesia berada di bawah Timor Leste dan Etiopia.

Anjloknya IPK Indonesia tersebut menunjukkan penyuapan, dan pencurian dana publik oleh pejabat negara dan politikus makin luas dan buas.

Juga menggambarkan absennya kemauan politik negara dalam pemberantasan korupsi.

Alih alih memimpin perang melawan korupsi dan arus politik kriminal, kata Abdurrahman, presiden Jokowi justru memfasilitasi pembusukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Upaya membusuki KPK dilakukan secara sistematis sejak awal berkuasa, melalui skenario kriminalisasi Ketua Abraham Samad dan Wakil Ketua Bambang Widjojanto pada tahun 2015.

“Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, pada April 2017, hingga kini menjadi misteri. Presiden Jokowi enggan memerintahkan pengusutan secara tuntas untuk membuka otak di balik penyerangan sadis ini. Hanya pelaku lapangan (diduga pemeran pengganti) yang dihukum ringan,” paparnya.

Puncaknya, revisi UU No. 30/2002 tentang KPK pada akhir 2019 yang mengebiri kewenangan luar biasa dari lembaga anti korupsi ini sehingga tidak bisa lagi melaksanakan tugasnya secara efektif. [Sumber: SuaraNasional]

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close