Klaim Luhut soal Big Data 'Tunda Pemilu' Dipertanyakan Lembaga Survei - KONTEN ISLAM
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Klaim Luhut soal Big Data 'Tunda Pemilu' Dipertanyakan Lembaga Survei

Infografis  sederet tugas Menko Luhut Binsar Pandjaitan 

KONTENISLAM.COM - Klaim Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut 110 juta suara rakyat Indonesia menginginkan gelaran Pemilu 2024 ditunda menuai banyak kritik.

Sejumlah lembaga survei pun mempertanyakan perihal klaim yang disampaikan Luhut tersebut.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai klaim big data oleh Luhut terlalu sumir.

Dia mempertanyakan suara rakyat yang mana yang Luhut klaim dalam big data tersebut.

"Seakan-akan elite itu menyuarakan yang agak sedikit sumir, menurut big data. Entah itu big data mana yang kemudian disebut sebagai suara rakyat, yang kemudian dikapitalisasi itu rakyat ingin menunda pemilu," kata Adi Prayitno dalam acara diskusi Total Politik bertajuk 'Polster Club: Perpanjangan Masa Jabatan Menyisip Suksesi 2024' di Jakarta Barat, Minggu (13/3/2022).

Kemudian, Adi lalu meminta big data yang dimaksud Luhut itu segera dibuka ke publik.

Sebab, representasi rakyat yang disebut Luhut harus berdasarkan landasan yang jelas.

"Makanya, ketimbang selalu terjadi pertarungan opini, sebaiknya dibuka itu data big data yang katanya mendukung penundaan pemilu 2024. Karena ini penting siapa sebenarnya yang merepresentasikan rakyat," katanya.

Sementara itu, Direktur IndoStrategic Ahmad Khoirul Umam menyebut klaim big data oleh Luhut merupakan manipulasi informasi.

Ahmad menyebut Luhut telah semena-mena mengklaim big data tersebut mengatasnamakan rakyat.

"Yang disampaikan oleh Pak Luhut itu jelas itu adalah manipulasi informasi. Data 110 juta itu jelas tidak merepresentasikan karena tidak terkonfirmasi data yang mana 110 juta," kata Ahmad Khoirul Umam dalam kesempatan yang sama.

"Ini yang selalu menjadi polemik kita. Kita ini selalu mengklaim atas nama rakyat. Kemarin diklaim atas arahan presiden, atas restu presiden. Kemudian mendapat resistensi politik cukup kuat akhirnya kemudian justifikasi rakyat digunakan. Rakyat, tidak mengkonfirmasi itu," imbuhnya.

Pakar politik Universitas Paramadina itu kemudian mengulas soal klaim big data yang juga terjadi saat proses pembahasan dan pengesahan Undang-Undang tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang tentang KPK pada beberapa waktu lalu. Begitu pula Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang disahkan baru-baru ini.

"Bahasa yang tadi sumir yaitu big data. Teman-teman yang memahami konteks detail, kalau kita lihat pergerakan politik yang ada di sekitar UU Cipta Kerja, gerakan politik, operasi ya, manipulasi opini publik yang saya sebut juga terkait dengan UU KPK. Kemudian termasuk dalam konteks IKN," kata dia.

Dia menilai klaim atas nama publik itu tidak jelas. Ahmad menilai wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut hanya merupakan proses politik yang dipakai untuk menjustifikasi kepentingan bisnis dan kekuasaan.

"Saya pikir, ini level mana, publik yang mana, tidak clear. Oleh karena itu, saya ngerasa bahwa ini adalah proses politik yang kemudian mencoba untuk menjustifikasi kepentingan-kepentingan bisnis dan kekuasaan itu. Nah ini yang harus diantisipasi bersama karena memang pemerintah saat ini punya kekuatan besar," ujar Umam.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menyoroti klaim big data oleh Luhut yang justru berbeda dengan data yang didapat oleh berbagai lembaga survei.

Pasalnya, sejumlah lembaga survei telah merilis data yang menunjukkan mayoritas responden menolak usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

"Kalau kita lihat itu lembaga-lembaga survei yang kredibel dan teruji dalam kompetisi-kompetisi politik untuk memprediksi bagaimana kecenderungan-kecenderungan populasi itu. Kalau kita lihat semua kecenderungannya oleh lembaga yang kredibel, yang terpercaya dan berpengalaman itu menunjukkan bahwa mayoritas hasilnya, publik menolak terhadap perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu," kata Arya Fernandes. [detik]

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam | Ikuti Kami di Facebook: Berita Indonesia | Flow Twitter Kami: @kontenislam_com

Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam