Masuk Pesantren dan Pura-pura Peluk Islam, Filiphus Kini Mualaf Sejati
KONTENISLAM.COM -Filiphus Kristian memeluk Islam pada 2009. Meski namanya kini sudah berganti menjadi Muhammad Fadli, namun nama Filiphus begitu melekat hingga sampai sekarang nama baptisnya itu masih dipakai orang-orang di sekitarnya sebagai nama panggilan.
Sebelum Filiphus memeluk Islam, dia mengaku sangat membenci agama ini. Dia menganggap, ajaran Islam tidak ada yang benar sama sekali. Apapun yang terkait dengan Islam termasuk Nabi Muhammad, tidak pernah ia anggap serius.
"Itu saya anggap sebagai sampah yang harus dibuang pada tempatnya," kata dia dalam video yang diunggah di Youtube Hidayatullah TV, dikutip VIVA, Selasa 19 April 2022.
"Saya masuk Islam sendiri bukan karena hidayah tapi karena kalah debat. Ksatria harus mengakui kekalahan dan mengikuti si pemenang. Tapi apakah saya ikhlas masuk Islam? Gak sama sekali. Kalo sekarang gak ikhlas, kenapa saya baru masuk Islam sekarang," tambah dia.
Pria itu mengaku, awalnya dia masuk Islam tidak dalam keadaan ikhlas sama sekali. Filiphus mengatakan dia sangat membenci Islam, termasuk para pemeluknya. Dia bahkan kerap menggunakan fisik untuk melawan orang-orang Islam.
"Saya sampai main fisik, tidak sedikit orang Islam yang giginya saya patahkan. Yang saya tahu Islam gak ada yang baik. Keterangan, berita yang masuk ke dalam diri saya dari lingkungan saya itu semuanya negatif," kata dia.
"Terorisme, radikalisme, sadis, bengis, ajarannya ngawur, tukang kawin. Muhammad tukang kawin, itu yang paling tidak masuk akal bagi saya. Kok Nabi tukang kawin. Eh ternyata di dalam Bible semua Nabi punya istri lebih dari satu," lanjut dia.
Bahkan, ketika Filiphus masih remaja, saking membenci Islam, dia kerap melempari masjid yang ada di dekat rumahnya dengan kotoran.
"Saya suka melempar sesuatu ke dalam masjid, bahkan kotoran saya masukin batok kelapa saya lempar. Atau makanan haram saya masukin ke dalam tas saya lempar ke dalam (masjid). Dan kalo bulan puasa saya suka malakin orang Islam, malakin rokok kalo gak dikasih saya hajar," ungkapnya.
"Masuk ke sekolah Alkitab pun target penginjilan saya lebih kepada orang-orang Islam yang lemah iman untuk menjerat mereka masuk ke dalam ajaran saya," sambungnya.
Akhirnya, Filiphus bertemu dengan orang-orang cerdas dari kalangan Muslim yang membuatnya kalah berdebat. Dia akhirnya memeluk Islam tapi dengan terpaksa.
"Saya masuk Islam dengan pura-pura. Selama 3 tahun saya masuk Islam, itu saya dalam tahap penyelidikan sambil saya mencari tahu keburukan-keburukan dan kesesatan ajaran Muhammad di dalam Islam tetapi cari tahunya dari dalam," tuturnya.
Bahkan, dia sampai mendatangi beberapa pondok pesantren hanya untuk mencari tahu apakah ada kelas atau pendidikan yang mengajarkan untuk merakit bom dan memberikan ajaran radikal.
"Orang luar kan menganggap orang pake cadar, pake peci itu radikal atau Islam garis keras. Padahal setelah saya masuk Islam ternyata orang yang berjenggot dan bercadar, itu gak keras kok lembek. Istri saya sampai sekarang bercadar, saya sendiri berjenggot. Tapi cadar dan jenggot kami ternyata gak bisa membunuh seekor lalat," pungkasnya.
"Saya di pondok pesantren belajar sambil mencari tahu Islam itu seperti apa. Dari atas, bawah, depan, kiri, kanan, belakang, saya mencari kelas yang merakit bom, tapi apa yang saya dapat? Gak ada. Saya mondok beberapa tahun di pesantren, gak ada saya temukan jenis-jenis radikal, terorisme atau gerakan-gerakan yang menjurus ke arah situ. Gak ada sama sekali," paparnya.
Filiphus mengaku, di saat akal sehat dan hati nuraninya bekerja dengan normal, hidayah yang sesungguhnya akhirnya datang.
"Kalau sudah begini ternyata saya hanya termakan fitnah yang terus menyudutkan orang Islam, ajaran Islam, ajaran Alquran. Ketika akal sehat dan hati nurani bekerja bersama-sama, di situlah saya kemudian menangis. Saya menangis sejati-jadinya. Dan di hadapan para santri, saya mengangkat jari satu saya. Saya menangis, saya (mengucap) Allahu Akbar, Allahu Akbar. Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah," imbuh Filiphus.
Sumber: viva