"Created by the Poor, Stolen by the Rich"... Dibikin oleh orang miskin, dibegal oleh orang kaya

 

KONTENISLAM.COM - Catatan: Agustinus Edy Kristianto


Gegara Baim Wong dan "Citayam Fashion Week", ramai slogan "Created by the Poor, Stolen by the Rich". Dibikin oleh orang miskin, dibegal oleh orang kaya.


Ada semangat perang kelas di situ. Sesuai dengan asal-usul istilah tersebut yang berasal dari fans klub sepakbola asal Tunisia, Club Africain, yang menyindir pemilik PSG, Nasser Al-Khelaifi pada 2017. Fans ingin sepakbola kembali ke akarnya sebagai olahraga wong cilik. Macam Arsenal yang berasal dari komunitas buruh pabrik, Manchester United yang berakar dari buruh depot kereta api, Manchester City yang berawal dari komunitas gereja di wilayah miskin.


Baim Wong jelas hendak berbisnis mengendarai merek "Citayam Fashion Week". Dia dan konsultan HKI-nya tahu bahwa hukum Indonesia menganut prinsip "first to file". Dia duluan mendaftarkan atas nama PT Tiger Wong Entertainment.


Jika PT itu mendapatkan merek tersebut maka Negara melindunginya. Siapa saja di luar PT itu yang memakai merek dimaksud (sama secara keseluruhan atau sama pada pokoknya) maka terancam pidana 4-5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar. PT itu pun memiliki hak penuh untuk menggunakan merek tersebut untuk kepentingan komersial.


Merek itu akan masuk ke PT Baim Wong sebagai aset tak berwujud. Lihat Laporan Keuangan GOTO, di mana merek bersama hubungan pelanggan dan perangkat lunak dicatat sebagai aset tak berwujud yang nilainya Rp13 triliun lebih.


Bagaimana "stolen by the rich" berlangsung? Baim bukan pencipta barang itu. Bonge dkk pun tak terlihat ada di akta sebagai pemegang saham PT Tiger Wong Entertainment. Bonge dkk cuma dikasih Rp500 juta untuk persiapan acara yang nantinya akan menggaet sponsor.


Uang sponsor dan pemasukan lain masuk ke PT Tiger Wong Entertainment yang nantinya diperhitungkan sebagai pendapatan. Pendapatan dikurangi biaya menghasilkan laba. Laba itu pembentuk dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham.


Waktu saya ributkan PT GSI dan bisnis PCR, saya juga berpikir sesimpel itu. Di dalam GSI, ada pemegang saham yang terafiliasi dengan pejabat publik yang mengurusi kebijakan PCR, yaitu Menko Marives dan Menteri BUMN. Mereka berdalih GSI adalah perusahaan sosial. Saya tak peduli. PT adalah pencari profit. Ada konflik kepentingan di situ. Waktu itu saya hitung, GSI bisa profit sampai setidaknya Rp300 miliar dalam hitungan bulan.


👉"Stolen by the rich" juga berlaku di Kartu Prakerja. Ada segelintir orang yang punya akses kepada penguasa dan bisa mempengaruhi kebijakan.


Keluarlah program Prakerja. Ada komponen biaya pelatihan Rp1 juta yang regulasi penyalurannya sebagai berikut: diatur kualifikasi calon platform digital, dipilih 8 platform digital swasta dan BUMN, dibuat perjanjian kerjasama dengan manajemen pelaksana, uang ditransfer langsung dari rekening negara ke platform digital, lalu platform digital memberikannya kepada lembaga pelatihan yang bermitra dengannya setelah dipotong 15% komisi.


Saya duga kuat, di luar 15% itu juga ada buat platform digital, apalagi ketika di awal, seperti Ruangguru menjadi platform digital sekaligus lembaga pelatihannya. Gelombang awal saja jumlah peserta 5,6 juta orang, kalikan Rp1 juta per orang, total Rp5,6 triliun. Sekarang sudah sampai gelombang 38, Anda hitung sendiri cuannya!

👉GOTO juga "stolen by the rich". Akarnya adalah koneksi politik. Kakak Menteri BUMN adalah pemilik sekaligus pengurus GOTO. Telkomsel adalah anak perusahaan BUMN Telkom yang memberikan dana investasi ke GOTO Rp6,4 triliun melalui berbagai skema sebelum IPO.


Duit Rp6,4 triliun masuk kas GOTO yang bisa digunakan sebagai dana segar untuk modal kerja, buyback saham pemilik lama, maupun akuisisi saham lain dan persiapan IPO. Di IPO, GOTO raup Rp17 triliun. Di GOTO, Telkomsel cuma punya porsi tak sampai 3% padahal GOTO hanya modal Rp800 miliar dan perusahaannya merugi.


Sebagian uang GOTO dipakai membeli surat utang perusahaan milik kakak Menteri BUMN juga, yakni MDKA, melalui perusahaan pengelola reksa dana yang ia juga pengendalinya, TRIM. MDKA juga dimiliki perusahaan investasi yang salah satu pemiliknya adalah Menteri Pariwisata. Menteri ini pengusaha yang kerap mengajari orang kecil berbisnis.


Jumlah uang GOTO di reksa dana TRIM, Rp350-an miliar. Bunga 5%.


Uang Telkomsel telah nyata membesarkan GOTO dan bisnis kakak Menteri BUMN. Kekayaan kakak Menteri BUMN saat ini sekira US$2,6 miliar alias setara Rp38 triliunan.


Sekarang satu-satunya permen buat Telkomsel adalah berita-berita kenaikan harga saham GOTO di market. Karena mereka kaya, mereka bisa 'beli' berita media bahkan perusahaan medianya sekalian.


Telkomsel pun terlihat tajir on paper. Padahal, kalau pikiran bisnis simpel saja, duit Rp6,4 triliun itu harus kembali berikut profit riilnya. Bukan hanya berbusa-busa bilang sinergi, ekosistem, dan sebagainya.


👉"Stolen by the rich" juga dilegalkan oleh UU Cipta Kerja. Sulit membantah bahwa UU itu menguntungkan taipan batubara yang diperpanjang izinnya puluhan tahun ke depan. UU itu digodok dengan melibatkan secara penuh para pemain batubara dan kaki tangannya.


Sawit? Pernah saya tulis di sini, siapa dapat berapa, trading di antara siapa saja: https://www.facebook.com/akakristianto/posts/pfbid0Vr5uKjwqt8nRp6H2TT6w8YHWE8dPhU4HQJm7UVyMDRzpZsHR7QfR6bszXE8vYHQhl


Kenapa "stolen by the rich" bisa terjadi? 


Sebab, hukum kapitalisme memang begitu. Yang sedikit mengendalikan yang banyak. 10 bank besar mengendalikan 90% lebih pasar Forex, bandar mengendalikan bursa saham, bursa komoditas dikendalikan sedikit pedagang kakap, dan sebagainya.


Kapitalisme bisa terus berlangsung karena Negara melindunginya dan orang biasa sudah dicuci otaknya untuk membantu tepuk tangannya. Yang miskin dapat Rp600 ribu/bulan dari Prakerja, yang kaya triliunan sebagai "perantara digital" saja.


Jika Anda mau sekaya itu, menguasai politik adalah kuncinya. Anda pegang barangnya, Anda juga yang kendalikan isunya.


Pengendalian isu akan membuat persepsi publik mendukung cara-cara Anda mengail uang dari "the poor" alih-alih mengkritisinya sebagai tindakan "perampokan".


Itulah mengapa anehnya orang justru membanggakan jika ada orang Indonesia masuk daftar terkaya Forbes. Memangnya kita tahu Forbes itu siapa sesungguhnya.... Bisa jadi ia adalah bagian dari permainan!


Jika si kaya mengambil dari si miskin, namanya bisnis; jika sebaliknya, namanya pemberontakan!


Di mana hukum berada? Hukum adalah produk politik. Politik adalah produk tawar-menawar pengaruh antara segelintir orang berduit. Selesai sudah.


Lantas bagaimana? Revolusi? Ah, revolusi bisa jadi hanya akan menggantikan elite lama dengan elite baru yang akan berkelakuan sama dalam menimbun uang. Politik---mungkin---adalah tawar-menawar dan kompromi. Yang bisa dilakukan adalah menjaga posisi "the poor' supaya tidak keterlaluan dihisap "the rich".


"The poor" ada harapan untuk membaik hidupnya di masa depan karena ada keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya negara, terutama akses terhadap pendidikan dan modal.


Sebab, bank adalah pelayan orang kaya (yang punya aset sebagai jaminan adalah orang kaya), market adalah lapangan orang kaya (memangnya siapa ritel di hadapan investor institusi dan individu kaya), hukum adalah milik orang kaya, Negara adalah milik orang kaya.


Terdengar sinis dan pesimistis tapi begitulah keadaan kasarnya.


Salam. 


26/7/2022


(fb)

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close