DAKWAH YANG DILAKUKAN USTADZ FARID OKBAH, USTADZ AHMAD ZAIN AN NAJAH & USTADZ ANUNG AL HAMMAT TIDAK LAYAK DITUNTUT PENJARA, MESKIPUN HANYA 1 HARI

Daftar Isi

KONTENISLAM.COM - Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat, Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam

 

Alhamdulillah, penulis sangat bahagia bisa kembali membersamai Para Ustadz dalam persidangan setelah beberapa pekan tidak dapat hadir karena ada udzur. Terlihat tim banyak yang hadir bersidang, ada Bang Ismar Syafrudin, Bang Juju Purwantoro, Bang Herman Kadir, Bang Thoriq, Bang Abdullah al Katiri, Bang Azam, Bang Sandi, dll. Srikandinya juga hadir, ada Bu Kurnia, Mbak Kartika, dll.


Bahagia pula, bertemu dengan sejumlah jama'ah yang selalu hadir membersamai. Terutama dengan Ikhwan dari PARMUSI, bertemu Ustadz Abdurrahman Syagaff, juga keluarga Para Ustadz.


Terus terang, selain bahagia penulis juga merasa sedih, prihatin dan marah pada sidang Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain dan Ustadz Anung Hamat (Para Ustadz), setelah menyimak tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 28/11. 


Kepada siapa kesedihan dan keprihatinan itu ditujukan? tentu saja kepada Para Ustadz yang dituntut penjara 3 tahun, karena dituduh telah menyembunyikan informasi terkait terorisme.


Terbayang, Para Ustadz harus mendiami jeruji penjara Rutan Cikeas yang panas, yang berupa kontainer, yang tidak dapat dikunjungi keluarga dan lawyer, untuk waktu tiga tahun. Ini sama saja 'menyiksa' Para Ustadz.


Marah? tentu saja kemarahan itu ditujukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengabaikan fakta persidangan, tetap keukeuh menuntut Para Ustadz 3 tahun penjara dengan dasar 'mengcopy paste' materi dakwaan. Seolah, seluruh keterangan saksi dan ahli diabaikan, bukti-bukti juga dikesampingkan.


Jaksa berulangkali menuduh Para Ustadz telah memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Para Ustadz dituduh melanggar pasal 13 huruf C UU No 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang Undang.


Belum lagi, media begitu jahat membangun narasi kasus Para Ustadz ini. Situs Detik mengunggah berita dengan judul 'Farid Okbah Dituntut 3 Tahun Penjara Terkait Kasus Terorisme'.


Dalam redaksi pengantarnya, detik begitu jahat dengan menulis kalimat pengantar berita:


"Farid Ahmad Okbah dituntut 3 tahun penjara. Jaksa menyakini Farid Okbah melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan teror."


Dari mana sumbernya detik menulis redaksi 'Jaksa menyakini Farid Okbah melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan teror?'. 


Di halaman berapa, detik mengutip materi dakwaan JPU yang menyatakan Ust Farid Okbah melakukan permufakatan jahat? Lalu darimana pula tuduhan 'untuk melakukan tindak pidana terorisme' dikutip detik? Dan yang paling parah, Apa dasar detik menulis kalimat 'dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan teror?' Luar biasa jahat wartawan detik melakukan framing berita, narasinya penuh dusta, kebencian dan fitnah kepada Para Ustadz.


Padahal, pasal yang dijadikan dasar menuntut Jaksa adalah Pasal 13 huruf C UU Terorisme yang berbunyi:


"Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun".


Memang benar, sebelumnya Para Ustadz didakwa dengan tiga pasal, yakni :


Dakwaan pertama, Pasal 15 Jo Pasal 7  UU No 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang Undang.


Dakwaan kedua, Pasal 13 huruf C UU No 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang Undang.


Dakwaan ketiga, Pasal 12 A ayat 2 UU No 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang Undang.


Dalam tuntutan, JPU hanya membuktikan dakwan kedua, sehingga menuntut Para Ustadz dengan tuntutan 3 Tahun penjara, berdasarkan pasal Pasal 13 huruf C UU No 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang Undang.


JPU memang hanya menuntut dengan minimum tuntutan pasal 13 C, yakni hanya tiga tahun. Tapi tetap saja, tuntutan ini zalim disebabkan:


Pertama, Para Ustadz melakukan aktivitas dakwah, menasehati sesama saudara muslim untuk berdakwah secara legal dan konstitusional. Para Ustadz juga tidak tahu menahu, latar aktivitas Jama'ah yang dinasehati yang dikaitkan dengan JI, bukan pula anggota JI, tidak pula merekrut anggota JI, dibuktikan degan tidak terpenuhinya unsur pasal 12 A UU Terorisme.


Para ustadz, juga tidak melakukan kegiatan terorisme, sehingga Jaksa tidak menuntut berdasarkan Pasal 15 Jo Pasal 7  UU Terorisme.


Lalu, kenapa aktivitas dakwah yang menasehati saudara Muslim dalam satu pertemuan kajian Islam, dituntut dengan tiga tahun penjara dengan dalih menyembunyikan informasi terorisme?


Kedua, JPU mengabaikan fakta persidangan baik keterangan saksi, ahli maupun barang bukti. Bahkan, Jaksa mengabaikan bukti dari jaksa sendiri berupa Flasdic yang berisi data struktur JI yang semestinya harus dimusnahkan atas perintah putusan pengadilan, tetapi masih digunakan kembali untuk mendakwa Para Ustadz.


Keterangan saksi yang meringankan, bahwa para ustadz adalah guru sekaligus pendidik umat, tidak pernah membunuh, mengancam, membuat teror bahkan sekedar berkata kasar pun tidak, diabaikan JPU. Ahli pidana, ahli bahasa hingga ahli agama yang keterangannya dapat disimpulkan unsur pidana terorisme tidak terpenuhi, juga dikesampingkan.


Jaksa pasang kacamata kuda, seolah targetnya para Ustadz harus masuk penjara. Tidak ada welas asih dan rasa empati, terhadap istri dan keluarga juga para jama'ah yang setiap persidangan hadir membersamai.


Ketiga, ini kerjaan Densus 88, proyek teror negara berdalih isu terorisme. Kalau terorisme itu objektif, harusnya densus 88 bertarung melawan OPM, bukan menangkapi Para Ustadz. Para Ustadz  ilmunya sangat dibutuhkan umat, kehadirannya sangat dinantikan umat.


Karena itu, Para Ustadz tidak layak dipenjara meskipun hanya satu hari. Semoga, Majelis Hakim bertindak adil, membebaskan Para Ustadz dari kezaliman densus 88 dan Jaksa, dengan menjatuhkan vonis bebas (Vrijspraak) atau setidaknya lepas  dari segala tuntutan (Onslag). [].

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam