Faisal Basri: Ekonomi Jokowi Jauh dari Target, Lapangan Kerja Tak Berkualitas

 

KONTENISLAM.COM - Ekonom senior Faisal Basri menyebut, perekonomian era Jokowi tumbuh namun jalan di tempat. Alias tidak ‘nendang’. Masih jauh dari janji ekonomi Jokowi sebesar 7 persen di periode pertama, dan 6 persen di periode 2.

“Perekonomian Indonesia tumbuh tetapi jalan di tempat. Selama Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi cuma 5 persen. Padahal, periode pertama targetnya 7 persen, periode kedua 6 persen,” papar Faisal dalam wawancara Closing Bell,CNBCIndonesia, Jakarta, Jumat (5/5/2023).

Dirinya juga mengkritisi data pengangguran yang mengalami penurunan menjadi 7,99 juta orang pada Februari 2023.

“Angka pengangguran turun, artinya ada penciptaan kerja. Tetapi tidak bermutu. Penyerapan lapangan kerja informal, memang naik terus. Data Februari (2023) naik 60 persen. tetapi, pekerja informal itu kan tidak punya gaji yang teratur. Tidak ada lembur. Jadi, kualitasnya rendahm. Mereka (pekerja informal) itu rentan sekali (miskin),” ungkapnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2023 mencapai 5,03 persen, secara tahunan (year on year/yoy).

Berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku triwulan I-2023, mencapai Rp5.071,7 triliun. Serta atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp2.961,2 triliun.

“Tren pertumbuhan ekonomi tahunan selalu 5 persen, menunjukkan perekonomian kita masih stabil, mulai dari kuartal IV-2021 sampai dengan kuartal I-2023, tumbuh di level 5 persen ke atas,” papar Edy, Jakarta, Jumat (5/5/2023).

Untuk tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia, turun menjadi 7,99 juta orang pada Februari 2023.

Atau turun 0,41 juta orang bila dibandingkan Februari 2022 yang mencapai 8,4 juta orang. Setara dengan penurunan 0,38 persen bila dibandingkan yakni dari 5,83 persen (Februari 2022) menjadi 5,45 persen (Februari 2023).
 
Kritik Keras Investasi-Pertumbuhan Ekonomi di Era Jokowi

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menyebut perekonomian Indonesia selama era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Ia mengatakan di bawah Jokowi, ekonomi Indonesia tidak merosot.

Ekonomi Indonesia katanya, juga berhasil selamat dari resesi tidak seperti negara lain.

"Jadi kita juga harus adil, gak bener kalau di era Jokowi ekonomi Indonesia merosot. Gak bener," katanya, Jumat (6/1).

Meski demikian, Faisal mengatakan kinerja ekonomi Jokowi ini tidak boleh dilanjutkan. Pasalnya katanya, kinerja ekonomi Indonesia di bawah Jokowi kualitasnya menurun.

"Istilahnya bukan mengalami kemerosotan, tapi deselerasi (perlambatan) itu yang cocok. Pertumbuhan ekonominya melambat, padahal Jokowi kerja, kerja, kerja. Tapi kok kerjanya hasilnya begini? Karena kerjanya gak mutu," katanya.

Penurunan itu bisa dilihat dari pembukaan lapangan kerja dari dampak pertumbuhan ekonomi di era Jokowi. Ia mengakui di era Jokowi, investasi memang naik.

"Ini tahun lalu (2022) sampai September naik juga (investasi), naiknya 21 persen," katanya.

Tapi kenaikan investasi itu ternyata tak banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Ini tercermin dari dari data pekerja informal yang terus naik hingga 60 persen.

"Padahal anak muda kan tenaganya kenceng. Tapi kita gagal memanfaatkan anak muda untuk menjadi orang produktif karena kita gagal menciptakan lapangan kerja yang bermutu.
 
Ini Angkatan kerja dari 17 (persen) 2019, sekarang sudah 19 persen, itu sinyal jelek untuk ekonomi, jadi tidak baik-baik saja ekonomi kita," kata Faisal.

Faisal mengatakan investasi di Indonesia memang sudah besar. Tapi persoalannya, investasi itu tidak bermutu.

Pasalnya, investasi hanya dilakukan pada sesuatu yang sifatnya fisik. Menurut Faisal, investasi harusnya didorong  juga di bidang IT.

Pasalnya, investasi di sektor ini bisa memberikan manfaat yang lebih terasa bagi Indonesia.

Tak hanya masalah penciptaan lapangan kerja, ia juga menyoroti masalah ekspor dan impor di era Jokowi.

Ia mengakui Jokowi memang berhasil membawa Indonesia ke neraca dagang Indonesia surplus dalam 31 bulan terakhir.

Namun ada masalah yang ia garis bawahi; banyak hasil ekspor dengan nilai tambah tinggi tapi rupiah tak kunjung menguat.

Faisal menegaskan hal itu bisa terjadi karena rekor surplus neraca perdagangan Indonesia bukan karena ekspor RI tumbuh lebih cepat ketimbang impor, melainkan hanya disumbang oleh beberapa komoditas seperti batu bara, CPO, nikel, dan mineral lainnya.

Tak hanya itu ia juga menyinggung cengkeraman China di perekonomian Indonesia. Ia bahkan mengkritik keras konsep hilirisasi bahan mentah ala Jokowi.

Ia menilai hilirisasi nikel kurang memberikan manfaat karena hampir semua smelter masih dikelola China.
 
"Kalau ini jalan terus bahaya," kata Faisal.

Presiden Jokowi kerap kali mamaerkan kinerja ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang terbaik saat ini.

Ia mengatakan inflasi RI yang masih di bawah level 5 persen dan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen menjadikan ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang terbaik di antara negara-negara G20.

"Angka-angka yang baik seperti yang tadi saya sampaikan, inflasi maupun gross pertumbuhan ekonomi kita, harus kita jaga dan terus kita tingkatkan. Dan itu hasil kerja keras dari para pengusaha, bapak ibu sekalian yang berada di hadapan saya," ujar Jokowi beberapa waktu lalu.

Ucapan Jokowi ini memang tidak asal bunyi. Lihat saja, pada Oktober 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,72 persen pada kuartal ketiga tahun ini. Nah, sementara, ekonomi Kanada hanya 4,6 persen pada periode yang sama.

Lalu, Meksiko 4,2 persen, China 3,9 persen, Korea Selatan 3,1 persen, dan Italia 2,6 persen. Kemudian, Uni Eropa 2,1 persen, AS 1,8 persen, Jepang 1,6 persen, dan Jerman 1,2 persen.

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi RI tersebut masih di bawah India, Arab Saudi, Turki, dan Argentina.

Jokowi ingin capaian ini terus dijaga oleh semua pihak. Ia pun mengimbau para menteri untuk hati-hati dalam membuat kebijakan, khususnya terkait ekonomi. Sebab, salah sedikit saja bisa celaka.

Apalagi, saat ini kondisi ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Jokowi, menilai kondisi ekonomi sekarang sulit untuk diprediksi.

"Saya selalu berpesan kepada seluruh menteri, hati-hati membuat kebijakan dalam posisi yang sangat rentan seperti ini, jangan keliru, jangan salah," katanya.
 
Di sisi lain, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengakui meski ekonomi RI masih baik ada anomali dalam realisasi investasi Indonesia dengan serapan tenaga kerja.

Ini tercermin dari kinerja investasi yang moncer tapi tak sebanding dengan penyerapan tenaga kerjanya.

Ia mengatakan realisasi investasi Indonesia memang tembus Rp302,2 triliun pada kuartal II-2022 atau meningkat 35 persen dibandingkan kuartal II-2021.

Tapi di tengah realisasi investasi yang moncer itu, tenaga kerja yang berhasil diserap hanya sebanyak 320.534 orang, atau naik 8.612 dibandingkan periode sama tahun lalu yang 311.922.

"Jadi kalau mau dikritik, berarti nggak ada artinya dong realisasi investasi tinggi, tapi lapangan pekerjaan turun. Saya jawab, iya nggak ada artinya," ujar Bahlil.

Menurutnya, penyerapan tenaga kerja tak sejalan dengan peningkatan investasi, karena investor yang masuk paling banyak ke sektor padat modal.

Karena kecenderungan itu, perusahaan-perusahaan tersebut banyak menggunakan mesin dalam berproduksi.

"Sementara mesin masuk lapangan pekerjaan, yang merakit mesin itu nggak banyak," kata dia.

Dengan kondisi ini, maka ke depannya ia bertekad menggaet investor yang masih menggunakan tenaga kerja manusia.

Sehingga, penyerapan tenaga kerja bisa sejalan dengan peningkatan investasi di tanah air. [Inilah]

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close