Fakta Dibalik 500 Dolar Kasus e KTP yang Seret Ganjar Pranowo: Ada Keterangan Tak Masuk Berita Acara?
Daftar Isi
KONTENISLAM.COM - Inilah pengakuan terbuka Ganjar Pranowo, soal namanya yang diseret kasus eKTP, dalam penyelidikan tahun 2016-2017 yang lalu.
Ganjar Pranowo mengakui bahwa namanya sering dikaitkan dengan kasus e KTP bahkan hingga saat ini, ketika sudah menjadi Gubernur.
Kasus korupsi e-KTP yang menyeret Nasaruddin itu pun seolah tak pernah lupa dari ingatan publik, termasuk soal Ganjar Pranowo yang saat masih di parlemen.
Dilihat dari tayangan YouTube Kick Andy, Ganjar buka-bukaan soal kasus itu, bahkan ia menyebut bahwa ada hasil pemeriksaan ada yang tak masuk berita acara.
Ganjar mengakui bahwa, hingga saat ini pun masih banyak pihak yang menyerang dengan kasus-kasus lama, terutama ketika elektabilitas survey tengah naik.
Apalagi soal kasus yang eKTP yang sempat ramai dengan kerugian negara hingga Rp2 triliun, terlebih Nazaruddin yang sempat menyebut nama Ganjar.
Tidak main-main Ganjar disebut menerima uang hingga 500 ribu US dollar saat dirinya masih di Komisi II saat itu.
"Saya tidak menerima uang itu, berkali kali sidang diikuti, beberapa orang penyidik kroscek termasuk dilakukan Novel Baswedan," kata Ganjar seperti yang ada pada video itu.
Ganjar saat diperiksa sempat kaget, Novel langsung menghadirkan anggota komisi yang lain yakni ibu Meriyam Yani bukan Nasaruddin yang mencatut nama.
Ganjar menceritakan soal pemeriksaan itu, ia menirukan pertanyaan Novel kepada Bu Yani yang juga didegar oleh Ganjar.
"Bu Yani tidak perlu lama-lama, Pak Ganjar sudah mengaku semua," tutur Ganjar yang mengaku sempat kaget.
Pada momen itu, Ganjar juga bilang bahwa saat itu juga Ganjar mengatakan kepada Bu Yani untuk membongkar semua dan kita sama-sama akan cerita.
Ganjar bilang Bu Yani adalah anggoya komisi yang sudah divonis dalam kasus ini, dan menurut Ganjar berdasarkan keterangan pihak KPK adalah pembagi uang pada kasus ini.
Ganjar mengaku menyayangkan saat itu ada keterangan sari Meriyam Yani yang menyebut ganjar tidak pernah menerima itu, namun tidak masuk dalam berita acara.
"Saya sudah dilakukan BAP 4 kali dan mengikuti seluruh persidangan, setelalah itu dalam persidangan, Nasaruddin mengaku lupa," kata Ganjar.
Ganjar melanjutkan, pada kasus itu juga, Novel setelah pemeriksaan menyebut bahwa tidak cukup bukti bagi Ganjar terlibat menerima suap pada kasus itu.
Meski sudah dijelaskan, namun tidak sedikit juga, orang-orang masih tidak percaya akan hal itu, bahkan tetap melakukan serangkaian serangan.
Ganjar juga menyadari bakal akan ada lebih banyak dan kencang gelombang serangan itu, mendekati Pemilu 2024.
Namun Ganjar mengaku sudah siap dengan itu, dia akan melihat nanti, namun ia berharap agar dapat bersaing secara sehat.
"Tentunya tidak fitnah, sara ataupun hoaks, dapat bersaing dengan sehat," kata Ganjar yang sudah siap dengan segala kondisi yang ada.
Yasonna Laoly dan Ganjar Pranowo diduga terlibat kasus korupsi e-KTP, begini kata ahli
Dugaan keterlibatan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun kembali viral.
Dalam infografis yang beredar, selain Yasonna Laoly dan Ganjar Pranowo, ada 10 politisi lainnya yang juga diduga terlibat dalam kasus yang sama.
Nama Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo, dan 10 politisi lainnya itu tercantum dalam surat dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Irman dan Sugiharto sebagai pihak yang terlibat.
Berdasarkan informasi yang ada, Yasonna Laoly diduga menerima aliran dana 84 ribu USD. Kemudian, Ganjar Pranowo diduga menerima uang 520 USD.
Melihat hal ini, ahli hukum tata negara Refly Harun menilai semakin banyaknya koruptor berbanding lurus dengan beban negara.
Pasalnya, negara dalam hal ini harus dirugikan oleh para koruptor yang korupsi untuk membiayai kehidupan mereka.
“Makin banyak koruptor, makin besar beban negara untuk membiayai hidup mereka,” tutur Refly Harun.
Menurutnya, korupsi harus dicegah dengan hukum yang bersifat preventif, yaitu menjatuhkan hukuman berat kepada para pelakunya.
Pasalnya, hukuman ringan yang selama ini dijatuhkan kepada para koruptor tidak memberikan efek jera.
Hal ini, kata Refly Harun, bukan tidak mungkin bisa membuat orang lain tergugah untuk ikut melakukan korupsi.
“Kalau kejahatan korupsi itu hukumannya masih biasa-biasa saja, tidak luar biasa, maka orang masih berani ambil-ambil,” tuturnya.
Refly Harun menegaskan, diberlakukannya hukum yang lebih kompatibel adalah hal yang penting untuk mengatasi korupsi di Tanah Air.
Sebab, apabila hukuman berat hanya sebatas ancaman, maka bukan tidak mungkin akan lebih banyak politisi yang terlibat korupsi.
Terlebih, para koruptor tersebut masih bisa menggunakan uangnya untuk hidup enak di penjara.
“Kalau cuma sekadar diancam hukuman mati saja, tapi gak pernah dilaksanakan juga, orang gak akan khawatir,” tegasnya.
“Ditahan 10 tahun, 15 tahun, orang gak akan khawatir karena tadi, dia berpikir selama dia punya hepeng (uang) yang banyak, powerful, tetap saja dia bisa menjadi raja di tahanan, gak diapa-apakan,” sambungnya.
Menurut Refly Harun, kembali diungkitnya dugaan keterlibatan Yasonna Laoly dan Ganjar Pranowo merupakan hal yang tak dapat dihindari di tahun-tahun politik.
Meski demikian, informasi seperti ini harus dipastikan kebenarannya dan tidak boleh menyasar tokoh tertentu.
“Kalau korupsi, katakan korupsi. Kalau tidak, ya jangan lah. Siapapun, whoever ya, mau Ganjar, mau ada isu Anies, mau isu siapapun,” tandasnya, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun. [Kilat]