Di Lubuk Hati Terdalam, Masyarakat Indonesia Ingin Perubahan
Daftar Isi

KONTENISLAM.COM - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendri Satrio mengakui bahwa kepuasan masyarakat atas kepemimpinan Joko Widodo memang ada, tetapi gerakan perubahan ke arah lebih baik tidak bisa dihentikan.
“Secara politik, setelah dua periode (termasuk kepemimpinan Joko Widodo), semangat rakyat di manapun, di negara manapun, itu adalah perubahan. Jadi, pekerjaan rumahnya masih banyak dan rakyat Indonesia memahami itu,” katanya dalam wawancara yang dipandu Indra Kharismiadji di Laman TV dikutip KBA News, Selasa 18 Juli 2023.
Baru-baru ini Kedai Kopi merilis hasil survei bahwa 61,3 persen masyarakat Indonesia ingin perubahan. Hasil survei ini bertentangan dengan survei lain yang sering dipublikasikan, termasuk hasil survei dan pendapat politisi yang mengatakan bahwa sekitar 80 persen masyarakat puas dengan program pemerintahan Joko Widodo yang artinya program-program itu harus dilanjutkan.
Hensat mengakui, survei yang dilakukan lembagainya memang disponsori. Sebab penyelenggaraan survei itu mahal dan Kedai Kopi bukan konglomerat. Namun, dia memastikan bahwa lembaganya tetap konisisten menjaga metodologinya supaya tepat.
“Kalau mau cek kredibilitas Kedai Kopi, kami tergabung dalam Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi) dan The World Association for Public Opinion Research (Wapor). Di KPU, kami nomor satu. Jadi, kalau beredar di media sosial Kedai Kopi nggak ada, ya mereka masukin nomornya dari nomor dua ke bawah. Jadi, kami terbuka saja memang selalu ada sponsornya,” tutur dia.
Pernah sekali Kedai Kopi melakukan survei dengan biaya sendiri pada awal-awal saat kali pertama muncul pada 2013-2014. Biayanya luar biasa mahal. Pada saat itu, mereka sedang set up bisnis sehingga mau tidak mau harus mengeluarkan modal sendiri.
“Kini, Kedai Kopi selangkah lebih maju karena menggunakan beberapa aplikasi termasuk Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI). Jadi semuanya itu terlihat ada titik-titiknya terbaca. Kemudian rekaman pada saat surveinya itu juga ada. Jadi kami melakukan itu dengan sungguh-sungguh serius dan menjaga metodologi yang memang benar-benar luar biasa,” kata Hensat.
Perihal kepuasan publik kepada pemerintahan Joko Widodo, kata Hensat, Kedai Kopi pernah merilis angkanya mencapai 77,1 persen. Jika bongkar satu per satu, pemicu kepuasan publik yang begitu tinggi itu ada empat poin. Dua poin terbesar adalah infrastruktur dan pembagian bansos. Kemudian poin ketiga keempat terkait akses pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar.
“Mengapa 77,1 persen, kita lihat rapornya. Jadi pemerintahan Pak Jokowi itu dikritisi dari sisi ekonomi dan penguatan hukum. Kalau dikatakan ada 61,3 persen ingin perubahan, tapi sementara yang puas 77,1 persen, ya karena kepuasannya tidak solid. Artinya, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan masyarakat ingin perbaikan itu,” katanya.
Dari sisi ekonomi, lanjut Hensat, berkait dengan tenaga kerja, kesempatan kerja, harga-harga kebutuhan pokok yang dianggap terlalu tinggi, keuangan keluarga, dan sebagainya.
“Yang menarik, angka 61,3 persen menurut saya tidak mengagetkan karena memang masyarakat Indonesia di dalam lubuk hatinya itu ingin perubahan,” ujar dia.
Menurut Hensat, pada saat angka 61,3 persen itu ditunjukkan bahwa masyarakat ingin perubahan, hal itu menunjukkan pula pada dasarnya tabiat orang Indonesia memang ingin selalu perubahan yang lebih baik.
“Jadi kalaupun puas, tapi kepuasan itu tidak solid. Ada beberapa hal yang memang harus diteruskan. Bahasa Mas Anies, ada yang harus dikoreksi, ada yang harus dihentikan, ada yang harus dilanjutkan, dan lain-lain. Itu memang dijelaskan akhirnya dalam survei ini,” ujar dia.
Mengapa kepuasan itu tidak solid, lanjut Hensat, bisa dilihat sebagai contoh dari bansos. Pembagian bansos sampai saat ini masih menjadi perdebatan penting tentang tepat atau tidak penyalurannya. Walaupun di sisi lain puas, tetapi tidak akan 100 persen karena memang pemberian bansos masih tidak tepat sasaran.
“Nah kalau bansos ditunjukkan, itu sebetulnya menjawab puasnya tuh jangan-jangan merasa dibeli sehingga mau tidak mau mereka menjawab bansos. Jadi kalau kemudian masyarakat puas karena ada bansos, artinya presiden selanjutnya mudah juga, kalau ingin kepuasannya tinggi ya berikan bansos saja,” katanya.
Contoh lain, infrastruktur. Dia mengakui, ada beberapa hal luar biasa terkait pembangunan infrastruktur itu. Namun, ada beberapa infrastruktur yang terlalu dipaksakan. Sebagai contoh Bandara Kertajati di Jawa Barat. Setelah sekian lama diluncurkan tetapi tidak bisa digunakan, baru-baru ini ada peluncuran baru.
“Profile rating Pak SBY tidak setinggi Pak Jokowi. Waktu itu, oposisinya luar biasa keras karena komposisinya besar di zaman Pak SBY dan Pak SBY tidak menggelontorkan BLT setiap saat. Kemudian SBY juga tidak terus-menerus melakukan kampanye. Pak Jokowi kan terus-menerus salurkan bansos dan melakukan kampanye walaupun di ujung masa jabatannya,” katanya.
Hensat pun menduga, jangan-jangan kepuasan itu karena merasa dibeli saja. Jadi yang terjadi sebenarnya membeli kepuasan atau memang sungguh kepuasan dari rakyat?
“Maka pada saat 61,3 persen masyarakat Indonesia ternyata ingin perubahan, sontak mereka kaget karena dianggap mungkin oleh pemerintah sudah beres sehingga ada keinginan untuk melanjutkan, tapi ternyata tidak,” ujar dia.
Bukti lain bahwa masyarakat ingin perubahan adalah ketidakinginan masyarakat terhadap masa jabatan presiden tiga periode. Berbagai hasil survei lembaga survei menunjukkan tidak ada masyarakat yang menginginkan presiden menjabat tiga periode.
“Jika merasa sudah melakukan pekerjaan luar biasa, ya sudah, selesai saja. Tidak perlu ketakutan ada program-program yang ditinggalkan, tidak dijalankan, karena selama program ini baik, pasti akan dilanjutkan. Pasti itu sudah jadi common policy. Jadi kalau misalnya bagus banget, ya pasti diterusin, pasti diterusin kemudian buru-buru akan diklaim di ujungnya buru-buru akan diresmikan. Tapi kalau memang nggak bagus, ya wajar deg-degan. Aduh ini kenapa ya jangan-jangan nggak dilanjutkan,” tutur dia.
Sumber: kba