Heboh! Gubernur Jakarta Bakal Ditunjuk Langsung Presiden, Kemerosotan Demokrasi Sudah di Depan Mata?

Daftar Isi
Gubernur Jakarta Bakal Ditunjuk Langsung Presiden

[KONTENISLAM.COM]  RUU Daerah Khusus Jakarta menuai kontroversi. Salah satu pasalnya menimbulkan reaksi publik.

“Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi pasal 10 ayat (2) yang kontroversi.

Untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, lima tahun, dan dapat menjabat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sementara itu, di ayat (4) Pasal 10 berbunyi, “Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Gubernur Jakarta yang selama ini dipilih rakyat melalui pemilihan umum, akan diubah menjadi ditunjuk langsung oleh presiden. Hak konstitusional warga kota metropolitan seolah mau dikebiri. Genderang penolakan pun keras digaungkan.

Demokrasi terancam, kualitasnya tergerus. Bau-bau otoritarianisme mulai tercium. Sejumlah pihak menilai gagasan ini menjadi indikasi kemunduran demokrasi.

Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan, menyebut cara-cara seperti ini sebagai upaya pembunuhan terhadap hak konstitusional rakyat untuk memilih pemimpin.

“Mengobrak-abrik konstitusi berarti mengukuhkan otoritarianisme dan menodai hak konstitusional rakyat. Bahkan inilah bentuk sadis dari intolerable justice maha dahsyat, karena memenggal hak konstitusional rakyat untuk memilih pimpinannya dengan melompati konstitusi,” kata Atang, Kamis, 7 Desember 2023.

Jika gubernur Jakarta tidak dipilih secara demokratis, Atang menilai, maka dipastikan menabrak Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan gubernur dipilih secara demokratis.

Atang memprediksi, bila Jakarta sudah tidak lagi sebagai ibu kota negara dan status kedudukannya sama dengan provinsi lain, serta pemilihan gubernurnya ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden, maka tidak menutup kemungkinan provinsi lain akan terancam. Hak konstitusional masyarakatnya untuk memilih pemimpin bakal dikebiri.

Lebih lanjut, Atang mengingatkan para perumus RUU DKJ tidak menganalogikan Jakarta dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
 
“Penentuan jabatan gubernur Jogja tentunya tidak dapat dipaksakan menjadi pertimbangan untuk DKI, karena DIY sejak zaman Belanda sudah diakui sebagai daerah kekhususan,” katanya.

“Bahkan, pengakuan tersebut berlanjut hingga zaman Jepang yang disebut sebagai Koti, yang secara substantif merupakan pengakuan atas hak-hak asal-usul dalam daerah yang istimewa yaitu Zelfbestuurende Lanschappen dan volksgemenscappen (kesatuan masyarakat),” Atang menambahkan.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai klausul gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden adalah kemunduran demokrasi.

Rakyat sebagai pemegang mandat tertinggi di negara demokrasi, harus menolak upaya pengebirian hak konstitusional yang dilakukan para elite di negeri ini.

“Ini bentuk kemunduran demokrasi. Demokrasi yang sudah bagus ingin ditarik mundur. Ini tidak bagus. Jangan dipaksakan. Jangan melawan kehendak rakyat. Jangan angkuh dalam berkuasa,” ujar Ujang Kamis, 7 Desember 2023.

“Jadi kembalikan kepada marwahnya, kembalikan rohnya. Gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh rakyat, oleh warga Jakarta. Kalau penunjukan langsung oleh presiden, itu kemunduran demokrasi, dan itu harus ditolak,” kata Ujang.

Jabatan Gubernur Jakarta Sangat Strategis, Presiden Harus Bisa Kendalikan

Pengamat Tata Kota dan Transportasi, Yayat Supriatna, menilai dihilangkannya pilkada untuk penetapan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dapat menimbulkan persoalan baru.

Menurut Yayat, gagasan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden, membuat warga Jakarta kehilangan hak mencari pemimpin terbaik.

“Ini bisa menimbulkan masalah ketika warga DKI kehilangan hak memilih untuk mendapatkan calon yang terbaik buat pimpinan daerah,” kata Yayat kepada Liputan6.com.

Lebih lanjut, menurut Yayat, mengambil usulan dari DPRD pun tidak tepat. Sebab, bakal ada ruang negosiasi kepentingan antara calon gubernur dengan anggota dewan.

“Padahal ke depan kita membutuhkan gubernur Jakarta yang benar-benar bertanggung jawab ke warganya dan bisa memenuhi janjinya,” kata Yayat.

Selain itu, Yayat juga melihat adanya kepentingan dari pemerintah pusat atau dalam hal ini presiden terkait aturan tersebut.
 
“Kalau pola penunjukan, khawatir bisa gaya model Pj/Plt, lebih mendekati kepada kepentingan pemerintah pusat atau presiden,” ucap Yayat.

Selain itu, Yayat melihat, bekas ibu kota, Jakarta dan ibu kota baru, Nusantara, dianggap sebagai suatu kawasan yang strategis. Pengendalian pembangunannya disamakan karena dianggap punya posisi yang sangat strategis.

“Dan di sini dilihat bahwa pola intervensinya itu akan lebih banyak diwarnai oleh intervensi pemerintah pusat,” kata Yayat.

“Jadi Jakarta, ya mohon maaf, siapa pun jadi gubernur Jakarta itu posisinya sangat strategis sekali. Kalau tidak dikendalikan karena Jakarta wilayah yang strategis, potensi ekonominya besar, bisa dikatakan paling unggul lah,” Yayat menambahkan.

Menurut Yayat, jika gubernur Jakarta tidak bisa dikendalikan, maka akan menjadi masalah bagi presiden terkait kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. Apalagi jika kebijakan-kebijakan gubernur Jakarta sukses melampaui kebijakan pemerintah pusat.

“Apalagi menempatkan dia sebagai kota global. Kalau kota global dengan berbagai kewenangan-kewenangan khusus di dalamnya, Jakarta akan maju sendiri lebih meninggalkan daerah-daerah lain. Ini kan menjadi panggung bagi gubernurnya. Jadi kemungkinan besar kalau tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah pusat ini punya persoalan besar,” tuturnya.

Senada, pengamat politik Ujang Komarudin juga menilai ada kepentingan presiden dalam gagasan itu.

“Sepertinya ada kepentingan presiden. Bisa jadi ingin menjadikan orang-orang presiden jadi gubernur dengan gratis tanpa pilkada, tanpa cawe-cawe partai politik. Atau bisa juga ingin menjadikan Kaesang sebagai gubernur Jakarta, bisa jadi. Intinya ingin gubernur dan wakil gubernur dikendalikan presiden,” ujar Ujang.

Ujang meminta para elite di DPR dan presiden tidak memaksakan kehendak dengan mengebiri hak konstitusional rakyat. Demokrasi yang sudah berlangsung baik akan rusak karena kepentingan penguasa dan hawa nafsu para elite.

“Pemerintah dan DPR jangan seenaknya, jangan memaksakan diri. Jangan melakukan tindakan-tindakan yang tidak aspiratif, dan itu bertolak belakang dengan masyarakat,” ujar Ujang.

Ujang meminta penguasa dan elite politik untuk mengembalikan muruah demokrasi yang sejatinya gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih langsung oleh rakyat.

“Jangan seenaknya membuat undang-undang sendiri yang tidak aspiratif. Tidak bagus, tidak aspiratif. Maka itu harus ditolak. Masyarakat Jakarta, masyarakat Indonesia harus menolak RUU DKJ itu terkait dengan pasal penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden,” kata Ujang.

Sumber: HajiNews

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close