Dulu Bilang Tak Setuju dan Sebut BLT Tak Mendidik Masyarakat, Sekarang Justru Jadi Andalan Jokowi
Daftar Isi
KONTENISLAM.COM - Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebut kenaikan harga beras akibat perubahan iklim dan an cuaca yang memicu gagal panen. Hal ini yang kemudian mendorong kenaikan harga beras di seluruh dunia, termasuk di dalam negeri. Menurutnya bisa diatasi dengan guyuran bansos beras.
"Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, perubahan cuaca sehingga banyak yang gagal panen," kata Jokowi saat menyerahkan bantuan beras kepada keluarga penerima manfaat (KPM) di Tangerang Selatan, Banten, Senin, 19 Februari 2024.
Harga beras akhir-akhir ini semakin melonjak naik akibat langkanya pasokan beras. Per 19 Februari 2024 harga beras medium di pasar Cibinong menurut koran Tempo mencapai Rp. 14.700 ribu per kilogram.
Harga tersebut naik Rp. 2.700 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tak kalah dengan beras medium, beras premium naik lebih tinggi dari harga eceran yang telah ditetapkan Rp. 14.800 per kilogram ke Rp. 18.000 per kilogram.
Hal tersebut diduga akibat penggelontoran bantuan sosial (bansos) yang meningkat pada awal Februari menjelang pemilu 2024. Sebanyak 1.32 juta ton cadangan beras terkuras akibat bansos yang seharusnya diterima bertahap malah diberikan sekaligus dengan alasan musim paceklik.
Padahal seharusnya beras dibagikan secara reguler tiap 3 bulan sekali. Sehingga pasokan beras yang awalnya berencana dibagikan sampai Juni mendatang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini menjadikan harganya melesat.
Ambisi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengeluarkan kebijakan ini disorot karena dinilai ada kepentingan dibaliknya. Usaha memenangkan putra sulungnya yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto adalah musababnya. Bukan hanya soal beras, tetapi bantuan tunai pun juga digelontorkan lebih banyak dari yang seharusnya. Hingga membuat Kementrian Keuangan harus memotong APBN untuk melebihkan dana bansos.
Disisi lain, Jokowi dulu ketika awal menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pernah mengatakan tidak setuju dengan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat. Saat itu masih menggunakan nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Bantuan itu diberikan untuk kompensasi kepada masyarakat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menurut Jokowi, pemberian bantuan tunai ini bukan langkah yang tepat. Alasannya bantuan ini tidak menyelesaikan masalah, bahkan disebut tidak mendidik. Jokowi juga menyebut BLSM dengan plesetan balsem sebagai bentuk dari ketidaksetujuannya.
"Dari dulu saya tidak setuju BLT (Bantuan Langsung Tunai), lalu apa lagi ini balsem (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat/BLSM), sama saja tidak mendidik masyarakat," kata Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 17 Juni 2013.
Jokowi menganggap pemberian bantuan melalui uang tunai akan lebih tepat jika digunakan sebagai modal bagi masyarakat untuk membuka usaha-usaha yang lebih produktif
"Kalau bisa diberikan ke usaha kecil, usaha rumahan," ungkap Jokowi.
Namun, yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Ketika Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, pada Selasa, 9 Januari 2024 lalu, Jokowi meminta jajarannya agar bantuan sosial (bansos) harus dilanjutkan. Jokowi dalam keterangan Biro Pers Sekretariat Presiden tertulisnya mengatakan kepada setiap rakyat sudah mendapatkan 10 kilogram bantuan pangan dan akan diberikan sampai bulan Maret 2024.
“Kita berdoa bersama semoga APBN kita kuat sehingga bisa terus dilakukan,” kata Jokowi, pada Senin, 22 Januari 2024
Tak hanya itu pihak Jokowi juga meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk membuat kebijakan automatic adjustment alias pemblokiran anggaran Kementerian/Lembaga tahun 2024. Penyisihan anggaran itu diambil dari 5 persen total anggaran setiap kementerian. Dan total anggaran yang telah dikumpulkan oleh Sri Mulyani dari automatic adjustment menyentuh angka Rp 50,14 triliun.
Penyisihan anggaran yang dilakukan untuk bansos telah dibenarkan sendiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemblokiran jadi salah satu sumber pendanaan untuk BLT, Mitigasi Risiko Pangan dan subsidi pupuk.
Bantuan yang diberikan salah satunya uang tunai kepada masing-masing keluarga sasaran Rp 200 ribu per penerima setiap bulannya. Sementara penambahan subsidi pupuk bagi petani digelontorkan sebesar Rp 14 triliun.
Sumber: tempo