Pakar Hukum Ungkap Berbagai Kemungkinan Putusan MK, Cari Dampak Politik dan Hukum Minim


KONTENISLAM.COM - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Prof. M Ali Safa'at menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mungkin menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh kubu Ganjar-Mahfud dan kubu Anies-Muhaimin. 

Pasalnya, para pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang jelas.

“Kalau permohonan tidak dapat diterima artinya para pemohon tidak punya legal standing, nah kayaknya yang ini agak tidak mungkin karena kan para pemohon jelas adalah pasangan calon yang punya legal standing,” kata Prof Ali saat dihubungi, Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Selain menolak, Prof Ali juga membuka kemungkinan jika para hakim MK nantinya akan mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan oleh kedua kubu pasangan capres dan cawapres ini. 

Artinya, MK memiliki potensi yang cukup tinggi untuk mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dan menganggap hasil perolehan suara mereka tidak sah di Pilpres 2024.

“Maka tentu harus ada pelaksanaan pemilihan umum atau pemungutan suara ulang, itu kan alternatif paling tinggi,” tuturnya.

Namun berdasarkan pengalaman putusan MK yang sebelumnya, Prof Ali tidak menampik jika lembaga yudikatif ini juga dapat mengabulkan hanya sebagian gugatan atau menolak dengan memberikan beberapa catatan. 

Menurutnya, langkah ini yang paling besar terjadi jika melihat dari beberapa putusan MK sebelumnya.

“Apalagi dalam perkara semacam pemilihan presiden seperti ini mendapatkan perhatian dari banyak pihak,” ucapnya.

Di samping itu, Prof Ali turut mengakui jika MK saat ini tengah mendapat berbagai tekanan baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Hal ini tampak dari banyaknya pendapat “Sahabat Pengadilan” atau Amicu Curiae yang diberikan oleh berbagai pihak, termasuk Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.

“Itu kan pasti memberikan tekanan tertentu terhadap Mahkamah Konstitusi terhadap perkara yang sedang ditangani,” tuturnya.

Dengan demikian, Prof Ali meyakini MK akan memperhitungan dengan teliti terkait dampak putusannya.  

Mengingat gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 merupakan kasus besar dan akan berimbas pada keberlangsungan pemerintahan selanjutnya.

“Semuanya potensinya sama besarnya begitu. Tinggal mulai dari persoalan argumentasi hukumnya mana yang paling kuat dan kemudian yang kedua adalah dampak politik dan hukumnya yang paling rendah,” ungkap Prof Ali.

Pakar Prediksi Putusan MK Tak Sampai Diskualifikasi Peserta Pilpres 2024
Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini memperkirakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024 tidak sampai pada diskualifikasi calon, baik berpasangan maupun hanya calon wakil presiden.

"Berdasarkan proses persidangan PHPU pilpres yang sudah berlangsung, saya memperkirakan akan ada kejutan dari putusan MK. Hanya saja MK akan tetap pragmatis terkait dengan pencalonan Gibran," kata dosen Hukum Pemilu pada Fakultas Hukum UI ini dikutip di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Sebelumnya, Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK Fajar Laksono mengatakan bahwa rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait dengan perkara PHPU Pilpres 2024 telah berlangsung sejak Selasa (16/4).

Kepada wartawan di Gedung I MK, Jakarta, Rabu (17/4/2024), Fajar Laksono mengungkapkan bahwa RPH sedang berlangsung sejak kemarin hingga 21 April. Selanjutnya pada hari Senin (22/4) dijadwalkan pengucapan putusan.

Titi yang juga merupakan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini menegaskan kembali MK tidak akan sampai pada diskualifikasi calon. 

Hal itu mengingat MK juga menjadi bagian dari problematika yang menimbulkan perselisihan hasil pilpres akibat adanya Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang memberi karpet merah bagi pencalonan Gibran.

Menurut dia, ada kemungkinan MK akan memerintahkan PSU di sejumlah daerah atau wilayah. 

Hal ini terkait dengan dalil terjadinya pelanggaran pemilu yang membuat pemilih dipengaruhi dengan cara-cara yang bertentangan dengan asas dan prinsip pemilu luber dan jurdil.

Putusan PSU itu juga berkaitan dengan adanya politisasi terhadap sumber daya negara, mobilisasi aparatur sipil negara (ASN), serta ketidaknetralan kepala desa dan perangkat desa. 

Apalagi, kata Titi, pengawasan dan penegakan hukum atas berbagai tindakan tersebut tidak dilakukan secara efektif dan berkeadilan oleh institusi formal yang ada.


Sumber:   
Inilah

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close