Apa PR yang Tak Akan Selesai Meski Jokowi 5 Kali Jadi Presiden?

Daftar Isi
Membenahi tata kelola pemerintahan atau birokrasi adalah pekerjaan sepanjang masa. Selalu ada korupsi, pungli dan praktik culas lainnya.

KONTENISLAM.COM -  Pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir. Setelah dua kali memimpin Indonesia, ada tugas yang tak selesai. Bahkan, ada PR yang tak bakal beres meski ia lima kali menjabat presiden.

Jokowi sendiri yang mengakui hal itu saat memanggil para pejabat Otoritas Ibu Kota Negara (OIKN) Nusantara beberapa waktu lalu di Istana Negara.

Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN Alimuddin mengungkapkan kepala negara saat itu curhat bahwa ada satu tugas yang tak bisa ia selesaikan meski menjabat sampai lima kali.

"Terakhir-terakhir Pak Presiden (Jokowi) sampaikan ke kami (OIKN) pada saat dipanggil beliau, bahwa IKN itu adalah Indonesia X (kota eksperimen). 'Kalaulah saya (Jokowi) jadi presiden 5 kali, saya tidak akan bisa mengubah tata kelola pemerintahan kita yang ada sudah berakar sampai ke desa-desa'," jelas Alimuddin menceritakan curhatan Jokowi, dalam seminar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (7/5).

Oleh karenanya, Jokowi menilai mengganti ibu kota akan menjadi langkah awal menyelesaikan PR tersebut. Meskipun ia tak lagi menjabat, tugas itu bisa dilanjutkan oleh penggantinya.

"Memang banyak sekali pekerjaan dan menjadikan biaya tata kelola pemerintahan kita menjadi mahal. Oleh karena itu, salah satu yang mengakibatkan (ibu kota) dipindah, di samping persoalan kesejahteraan dan pemerataan penduduk, juga ingin mengubah tata kelola pemerintahan," tutur Alimuddin menyampaikan tujuan Jokowi untuk Indonesia.

Lantas, apa betul hanya tata kelola pemerintahan buruk yang menjadi persoalan tak terselesaikan Jokowi?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan ada banyak persoalan yang belum bisa diselesaikan Jokowi selama hampir 10 tahun memimpin Indonesia.

Namun, semua memang berawal dari tata kelola pemerintahan yang buruk, sehingga bisa terjadi korupsi, kemiskinan, pengangguran dan ketidaksetaraan perekonomian.
 
"Tata kelola pemerintahan Indonesia memang kurang baik. Ada banyak masalah di sana. Mulai dari berbiaya tinggi, kurang efisien, kurang efektif, kurang spirit melayani alias masih kental mental priyayinya, dan koruptif," ujar Ronny kepada CNNIndonesia.com.

Menurut Ronny, membenahi tata kelola pemerintahan yang jujur dan baik bukan perkara mudah. Sebab, semua yang duduk di kursi kepemimpinan tidak memiliki tujuan yang sama.

"Pembenahannya tidak mudah dan tidak cepat. Karena persoalnya tata pemerintahan kita sifatnya multidimensi, masalahnya nyaris ada di semua sisi dan semua level. Apalagi jika presidennya tidak fokus membenahi birokrasi," imbuhnya.

Lanjutnya, bahkan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin pun bisa dibilang hanya sebagai formalitas yang harus dijalankan saja. Padahal, pemenangnya sudah pasti 'pusaran' itu-itu saja atau bisa disebut dinasti pemimpin berlanjut.

Karena itu, khususnya di daerah, pembenahan sulit dilakukan karena banyak pemimpin tujuannya menjabat untuk kepentingan sendiri. Meski ada yang niat jujur ingin memperbaiki, tapi sangat sulit ditemukan.

"Di daerah pun kasusnya sama. Pergantian kepala daerah biasanya hanya rutinitas politik semata. Hanya sebagian kecil kepala daerah yang berhasil membenahi governance pemerintahan daerah," jelasnya.

Jika Sistem Sudah Baik, Presiden 'Alakadarnya' Pun Bisa Berprestasi

Oleh sebab itu, Ronny menyebut perbaikan tata kelola pemerintahan hingga ke tingkat desa akan menjadi pekerjaan yang tidak ada habisnya alias sepanjang masa. Apalagi, saat ini di pemerintahan pusat tata kelolanya saja masih berantakan dan tidak sinkron.

"Jadi pekerjaan membenahi tata kelola pemerintahan adalah pekerjaan sepanjang masa. Akan ada saja korupsi, siapapun presiden dan kepala daerahnya. Akan ada saja pungli. Akan ada saja pelayanan yang mengecewakan, bahkan malpraktek pelayanan pemerintah," terangnya.

Ronny melihat urusan tata kelola pemerintahan tak hanya terkait dengan kepemimpinan, tapi juga pembangunan sistem dan ekosistem pemerintahan. Bila sistem dan ekosistemnya sudah baik, maka presiden yang kurang berprestasipun bisa menjadi berprestasi, karena kinerja birokrasinya baik.
 
"Namun, meskipun jika sistemnya sudah baik, pasti akan ada saja orang dan oknum yang melenceng, mulai dari pungli, korupsi, missuses of authority, malpraktik, dan sebagainya. Jadi pembenahan tata kelola pemerintahan akan menjadi pekerjaan sepanjang masa selama ada pemerintahan," ungkapnya.

Karenanya, ia menilai setiap pemimpin akan mendapatkan tantangan tersendiri dalam membenahi tata kelola pemerintahan. Meskipun menjabat lima kali, masalahnya akan tetap ada di dalam tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, pembenahan birokrasi di Indonesia kemungkinan bisa berhasil dilakukan. Namun semua tergantung kebijakan pemimpinnya yang sampai saat ini belum ada yang berhasil.

"Pekerjaan pembenahan tata kelola pemerintahan harus dilakukan secara gradual, dimulai dengan konsistensi pemimpin untuk membenahi kinerja birokrasi pemerintahan, kontrol yang konsisten dari pihak legislatif, terutama oposisi, dan kontrol sosial dari elemen-elemen masyarakat sipil yang ada," tegasnya.

Sementara itu, Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan PR lain yang tak boleh dilupakan adalah pertumbuhan ekonomi. Realisasinya saat ini belum seperti yang diharapkan.

Menurut Nailul, perekonomian saat pemerintahan Jokowi hanya tumbuh, tapi tak berkualitas. Hal ini tercermin dari masih banyaknya angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan di Tanah Air.

"Pertumbuhan ekonomi memang bisa di angka 5 persen namun pengangguran masih tinggi, kemiskinan ekstrem masih ada, hingga nilai ICOR yang terus meningkat," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti biaya investasi yang masih tinggi. Ini disebabkan tak lain karena salah satunya adalah praktik koruptif pejabat pusat hingga daerah.

"Jika Jokowi bisa adil sejak dalam pemikirian, saya rasa PR tersebut bisa diminimalisir. Tapi karena Jokowi sudah tidak adil, pun dengan pembangunan yang sangat timpang, saya rasa dampaknya banyak masalah belum terselesaikan," jelasnya.

Nailul juga mengungkapkan periode pemerintahan Jokowi memang menjadi masa awal implementasi dana desa yang jumbo. Sayangnya, anggaran yang begitu besar itu tak diikuti oleh kualitas dan kebijakan pengendalian dalam penggunaannya.
 
"Akhirnya dana desa jadi ajang bancakan yang pada ujungnya kepala desa meminta perpanjangan masa jabatan. Lucunya lagi adalah permintaan tersebut dikabulkan. Banyak kepala desa yang akhirnya menyelewengkan dana desa yang berujung penjara," imbuhnya.

Karenanya, acak-acakan tata kelola yang ada saat terjadi, kata Nailul, merupakan tanggung jawab Jokowi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.

"Ya pada akhirnya pembuat kebijakan yang harus bertanggung jawab di mana Jokowi yang seharusnya memegang kendali tata kelola pemerintahan," pungkasnya.

Sumber:
CNN

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close