Skenario Sikap Politik Partai Banteng

Daftar Isi

KONTENISLAM.COM - Andang Subaharianto
Dosen

PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang dalam konteks informal sering disebut “Partai Banteng”, akan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) kelima pada 24-26 Mei 2024.

Kabarnya di Rakesnas itu sikap dan posisi politik PDI-P terhadap pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, hendak diputuskan.

Namun, tersiar kabar terbaru bahwa Rakernas boleh jadi hanya menerima masukan, lalu keputusan politik akan diambil saat kongres (Kompas.com, 23/05/2024).

Sikap dan politik PDI-P tentu saja ditunggu banyak kalangan. Sikap dan posisi itu sangat berpengaruh terhadap konfigurasi politik, terhadap dinamika politik Indonesia pasca-Pemilu 2024.

Apakah Partai Banteng akan di luar pemerintahan Prabowo-Gibran kelak? Atau, gabung di dalam pemerintahan? Polanya seperti apa?

Beberapa waktu lalu saya merumuskan pola relasi politik antara Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Joko Widodo (Jokowi) di artikel berjudul “Relasi Politik Megawati, Prabowo, Jokowi” (29/04/2024).

Pola relasi politik ketiga tokoh dapat digambarkan melalui segitiga. Titik bawah kanan ditempati Megawati. Terhubung dengan titik atas yang ditempati Prabowo dengan garis penuh. Artinya, relasi kedua tokoh baik.

Prabowo yang berada pada titik atas terhubung dengan titik bawah kiri yang ditempati Jokowi. Keduanya terhubung dengan garis penuh pula.

Lalu, Megawati (titik bawah kanan) dan Jokowi (titik bawah kiri) terhubung dengan garis putus-putus. Keduanya sedang tidak baik-baik saja.

Pola relasi segitiga itu, saya kira, membantu untuk melihat sikap dan posisi politik PDI-P dan dinamika pergerakannya. Setidaknya menyongsong pemerintahan baru Prabowo-Gibran.

Garis penuh bisa bertambah tebal, bisa pula berubah putus-putus (Megawati-Prabowo dan Prabowo-Jokowi). Garis putus-putus ada kemungkinan pula menjadi garis penuh (Megawati-Jokowi). Meski kemungkinan itu sangat kecil dalam waktu dekat ini.

Interpretasi pola segitiga itu di antaranya akan menghasilkan beberapa skenario sikap dan posisi PDI-P dan pergerakannya.

Skenario 1, PDI-P di luar pemerintahan. Meski di luar pemerintahan, PDI-P “tak akan mengganggu” jalannya pemerintahan. Ia akan menjadi mitra yang konstruktif bagi pemerintahan yang dipimpin Prabowo-Gibran.

Skenario ini mengasumsikan hubungan Megawati dan Prabowo baik-baik saja, sehingga posisi di luar pemerintahaan dimengerti oleh Prabowo.

Jokowi pun, saya kira, mengamini PDI-P di luar pemerintahan dalam konteks skenario 1. Kepentingan keduanya tak banyak berbeda terkait posisi PDI-P di luar pemerintahan.

Di skenario 1 komunikasi politik diasumsikan berhasil menemukan kesepahaman tentang peran di luar pemerintahan.

Komitmen “tak akan mengganggu” tentu saja penting bagi Prabowo. Berkali-kali ia menegaskan pemerintahannya tak mau diganggu. Sayangnya, hingga menjelang Rakernas pertemuan Megawati dan Prabowo hanya rencana.

Komitmen tersebut akan membuahkan dukungan politik dari gerbong Prabowo terhadap PDI-P untuk memimpin parlemen sesuai UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Sebagai pemenang Pemilu 2024, menurut UU MD3, PDIP berhak untuk mendapatkan kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut hemat saya, skenario 1 itu moderat dan paling realistis. Tak menimbulkan kegaduhan politik menjelang transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo. Stabilitas politik relatif terjaga.

Prabowo akan merasa nyaman sebagai pemimpin pemerintahan. PDI-P pun masih tetap memimpin parlemen, meski mayoritas anggota parlemen pendukung pemerintah.

PDI-P masih bisa kritis terhadap kebijakan dan program pemerintah. Namun, tak akan mengganjal program dan kebijakan tersebut.

PDI-P juga tak akan kehilangan muka di depan pendukung setianya. Megawati juga dianggap konsisten dengan kritik-kritiknya terhadap pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan “amicus curiae” (sahabat pengadilan) yang diajukannya kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Meski “amicus curiae” itu diajukan sebagai warga negara, bukan Ketua Umum PDI-P.

PDI-P masih bisa memainkan narasi kerakyatan yang menjadi prinsip ideologi politiknya melalui kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah.

Kritik-kritik konstruktif tetap dibutuhkan oleh pemerintahan dalam kerangka demokrasi. Kritik-kritik konstruktif butuh saluran politik, terutama di parlemen.

Di samping itu, skenario 1 juga tak dibebani relasi Megawati dan Jokowi yang bergaris putus-putus. Susah membayangkan titik temu keduanya. Boleh jadi sejarah yang kelak memaksa. Sebagaimana titik pisah mereka, sejarah pula yang memaksa.

Selanjutnya, skenario 2, PDI-P masuk di dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagaimana diinginkan Prabowo. Ada perubahan garis relasi antara Megawati dan Prabowo. Garis relasi itu menebal, menunjukkan hubungannya bertambah baik.

Skenario 2 tentu saja menambah kuat pemerintahan Prabowo-Gibran. Prabowo sangat diuntungkan, karena mendapatkan tambahan dukungan politik parlemen secara signifikan.

Skenario 2 juga menguntungkan PDI-P. Hak untuk memimpin parlemen tak akan terganggu. Jatah kursi menteri pun tentu saja disediakan oleh Prabowo untuk PDI-P. Pun jabatan kenegaraan lain terbuka pula untuk PDI-P.

Namun, skenario 2 akan dibebani relasi Megawati dan Jokowi yang belum pulih. Masuk pemerintahan Prabowo-Gibran akan sangat berat bagi Megawati, sehubungan dengan kritik-kritik dan “amicus curiae”-nya.

Karena relasi Megawati dan Prabowo bertambah baik, bisa saja beban tersebut diabaikan. Namun, saya tak yakin jalan itu akan ditempuh Megawati. Nilai-nilai substantif yang dikukuhi Megawati tak akan menuntunnya untuk mengambil skenario 2.

Titik krusial skenario 2 justru pada relasi Prabowo dan Jokowi. Masuknya Partai Banteng pada pemerintahan Prabowo-Gibran berpotensi mengubah garis relasi Prabowo-Jokowi. Semula garis penuh, bisa berubah putus-putus.

Bagaimana pun, PDI-P adalah partai politik (parpol) terbesar. Prabowo tentu sangat menghitungnya dan berkepentingan.

Sementara itu, Jokowi kelak hanya “mantan presiden”. Meski punya Gibran yang wakil presiden, Jokowi akan kehilangan pengaruh tanpa parpol yang juga besar.

Di sisi lain, skenario 2 tentu saja akan mengecewakan pendukung PDI-P. Megawati dan PDI-P akan dicela publik. Ternyata, ujung-ujungnya pragmatis juga.

Dari sisi demokrasi, skenario 2 juga negatif. Masuknya PDI-P ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran akan melemahkan fungsi pengawasan dan kritik konstruktif parlemen. Bisa-bisa parlemen hanya akan menjadi stempel pemerintah belaka.

Sekarang skenario 3. PDI-P tetap di luar pemerintahan, tapi berbeda dengan skenario 1. Di skenario 3 tak diperoleh kesepahaman dari komunikasi politik terkait peran di luar pemerintahan antara pihak PDI-P dan Prabowo.

Prabowo tak memperoleh jaminan komitmen dari PDI-P. Faktanya, sampai sekarang Prabowo belum berhasil bertemu Megawati.

Garis relasi antara Megawati dan Prabowo berubah. Bukan lagi garis penuh, apalagi menebal, melainkan garis putus-putus.

Skenario 3 potensial menghasilkan kegaduhan politik. Isu perubahan UU MD3 akan menghangat kembali. Hak PDI-P memimpin parlemen bisa terancam. Sebagaimana 2014, PDI-P gagal memimpin parlemen, meski memenangi pemilu legislatif.

Namun, skenario 3 ini memberikan peran yang optimal bagi partai asuhan Megawati untuk menjalankan fungsi oposisi sebagaimana pernah terjadi pada 2004-2014. Tentu positif dari sudut demokrasi. Kontrol parlemen terhadap pemerintah akan lebih efektif.

Skenario 4 paling tidak realistis untuk saat ini. Skenario 4 menempatkan PDI-P di luar pemerintahan, dari pola relasi yang membaik antara Megawati dan Jokowi. Sementara itu, relasi antara Prabowo dan Jokowi justru memburuk.

Meski tak ada yang tak mungkin di politik, hingga saat ini masih susah membayangkan relasi Megawati-Jokowi membaik dan Prabowo-Jokowi memburuk.

Meski Puan Maharani dan Jokowi sempat bertemu dan saling melempar senyum saat menghadiri gala dinner World Water Forum di Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali (Kompas.com, 19/05/2024).

Skenario-skenario di atas bersifat dugaan dari interpretasi pola relasi Megawati, Prabowo, dan Jokowi. Yang terjadi di lapangan tentu saja jauh lebih rumit dan dinamis.

Jika ternyata Rakernas PDI-P nanti hanya menampung masukan, belum membuat keputusan, menunjukkan betapa rumit dinamika di internal Partai Banteng.

Boleh jadi kerumitan itu pula yang menghalangi presiden terpilih, Prabowo Subianto, bertemu Megawati. Kita tunggu saja perkembangannya.

Sumber: Kompas 

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close