Konflik Baru Jawa Pos

Daftar Isi

KONTENISLAM.COM - Oleh: Joko Intarto
(eks wartawan Jawa Pos)

Habis manis sepah dibuang. Inilah pelajaran penting bagi siapa pun, yang berstatus karyawan perusahaan tapi tidak memiliki saham.

Konflik pemegang saham PT Jawa Pos dengan mantan karyawan yang sedang menuntut haknya memasuki babak baru. Setelah dipolisikan di Polda Jawa Timur, giliran para petinggi Jawa Pos menggugat eks karyawan yang menjadi pendiri Yayasan Pena Jepe Sejahtera sebagai pemegang 20% saham Jawa Pos.

Kasus ini menarik, karena melibatkan dua pihak yang awalnya bersama-sama membangun kembali Harian Jawa Pos yang bangkrut pada 1982 hingga menjadi kelompok media terkemuka di Indonesia saat ini.

Sesuai ketentuan undang-undang pada saat itu, setiap pengusaha media wajib memberikan 20% saham perusahaannya kepada karyawan media untuk menjamin kesejahteraan karyawan media tersebut. Begitu pula yang terjadi pada perusahaan penerbit harian Jawa Pos.

Karena memiliki 20% saham, karyawan Jawa Pos menerima dividen atas keuntungan perusahaan setiap tahun. Saya termasuk yang pernah menikmati dividen tersebut.
Saya tidak pernah menerima dividen Jawa Pos lagi setelah bertugas di harian Mercusuar, anak perusahaan Jawa Pos yang terbit di Palu, Sulawesi Tengah (1993-1999). Seluruh gaji dan tunjangan saya dibayar anak perusahaan, sesuai kemampuan anak perusahaan.

Ternyata dividen juga tak pernah dinikmati karyawan Jawa Pos lagi sejak saham karyawan itu "dititipkan" kepada Pak Dahlan Iskan dengan amanat untuk mendirikan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Jawa Pos. Yayasan itu akan menjadi institusi pengelola saham Jawa Pos milik karyawan. Konon kejadiannya pada tahun 2002.

Belakangan saham karyawan tersebut "hilang" karena sudah habis dibagi-bagi para petinggi Jawa Pos. Yayasan Kesejahteraan Karyawan Jawa Pos yang diamanatkan saat itu juga tidak kunjung berdiri.

Sejak sebelum Covid-19, para karyawan generasi lama berusaha memperoleh kembali hak dividen yang ditahan manajemen Jawa Pos itu. Namun hanya Pak Dahlan Iskan yang bersedia berkomunikasi. Sedangkan pejabat lainnya menolak bertemu.

Dari proses tersebut, terbentuklah Yayasan Pena Jepe Sejahtera, sebagai institusi yang akan mengelola saham karyawan yang saat ini dikuasai para pejabat Jawa Pos secara tidak sah itu. Yayasan didirikan 9 orang mantan karyawan Jawa Pos, mewakili ratusan karyawan lain yang sudah berstatus pensiunan.

Namun, jalan ceritanya sekarang menjadi lain. Para pendiri Yayasan Pena Jepe Sejahtera malah digugat di pengadilan. Demikian pula Pak Dahlan Iskan dan Mbak Arini Jauharoh.

Pak Dahlan turut digugat karena membuat kesepakatan dengan para pendiri yayasan atau telah melakukan "dading". Sedangkan Mbak Arini Jauharoh digugat karena menjadi notaris yang mengesahkan akta yayasan. Mbak Arini yang aktivis Aisyiyah di Malang itu, dulunya wartawan Jawa Pos. Kalau tidak salah dia bergabung dua tahun setelah saya.

Belajar dari kasus Jawa Pos, benarlah kata orang pintar: Sehebat apapun kontribusi karyawan kepada perusahaan, pada akhirnya mereka hanya akan menerima ucapan terima kasih saja.(jto)

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close